—Jangan pernah bermain-main dengan otak atau pikiran seseorang. Otak bisa saja salah mengentreprestasikan jika sudah mengalami trauma. Seperti berada dalam kegelapan yang nggak tahu harus ke mana, mereka terjebak dalam lingkaran setan.—
----
Ada aturan-aturan tertentu yang nggak bisa Alenta toleransi jika ia sedang dalam mode bad mood apalagi tingkat parah. Satu, ucapannya dipotong. Dua, berani menatap matanya. Tiga, seseorang yang terlalu dekat yang kemudian semakin menambah naiknya si suhu tubuh. Serta empat, orang yang nggak tahu diri dalam artian berani berbuat, tetapi nggak berani bertanggung jawab. Kehadiran Arum hari itu membuatnya sangat amat frustrasi di tambah kegilaan teman-temannya yang membela mati-matian.
''Gue masih kesel banget sama tingkah laku sok polos Arum. Gue selama ini baik-baikin dia karena masih nganggap keluarga, tapi kalau dibiarin lama-lama bakal melebar. Masalah yang dia perbuat udah nggak bisa kehitung jumlahnya. Jika bukan karena lu, gue udah pastiin bikin rambut tu cewek songong jadi botak.''
Ayuna yang berjalan dengan langkah ringan menoleh ke arah Alenta yang menyusulnya dengan tampang kusut menekuk, mirip cucian seminggu di rendam.
''Tapi selama ini kamu tahan juga 'kan?''
''Iya, itu karena gue sebenarnya kasihan sama dia. Sebenci-bencinya gue, gue tahu apa yang dia rasain selama ini. Itulah kenapa gue nggak pernah mempermasalahin kelakuan dia ke gue.''
''Termasuk kaki lu yang cidera?''
Alenta terdiam sejenak. Ia menerawang lalu melanjutkan, ''Selama gue masih punya tujuan dan tekat, cidera gue nggak akan jadi penghalang. Gue juga nggak mempermasalahin itu, tapi kalau udah merembet ke temen-temen gue, ya, gue nggak terima. Omong-omong soal cidera, mungkin kelihatan egois banget, tapi mau bagaimana lagi, Balet sudah mendarah daging. Karena Balet juga rasa kangen gue ke mama terobati.'' Gantian Alenta menoleh, ''kalau lu, apa hal yang bisa ngurangin kangen lu sama orang tua lu?''
Entah kenapa pembicaraan saat itu sedikit emosional. Ayuna tersenyum sumbang.
''Hidup dengan baik mungkin. Nggak tahu si, aku udah terbiasa ditinggal sama mereka, jadi ketika di panggil Tuhan, ya, nggak ngerasain apa-apa.''
Alenta mengayun-ayunkan kedua tangan sebelum di taruh ke belakang punggung. Rambutnya yang terurai panjang bergoyang seirama dengan langkahnya yang ringan.
''Boong banget lagi kalau lu nggak ngerasain apa-apa. Buktinya saat lu milih pergi dari gue, lu menyesal. Karena perasaan itu lu jadi ngeblokir semua tentang gue dan Milly. Iya, awalnya lu berhasil, tapi lama-lama lu sadar kalau lari dari masalah bukan penyelesaian dan itu kebukti sekarang. Jadi gue yakin, lu pasti kangen juga sama beliau, tapi lu nggak mau ngaku aja.''
Alenta terkekeh sampai matanya membentuk satu garis melengkung seperti bulan sabit. Melupakan bekas tamparan yang diterima. Ia menertawakan dirinya sendiri bagaimana dulu ia juga sangat membenci Ayuna sampai-sampai bersumpah serapah dan mengutuknya jadi Kodok kalau Ayuna sampai nongol lagi di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
Fantasy[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...