{ 03-03: FLASHBACK 1: Aliana. }

25 6 0
                                    

29 Februari 2016 pukul 24:14

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29 Februari 2016 pukul 24:14.

Butiran gerimis baru saja mendarat di tanah ketika Lian keluar dari pintu bagian belakang bus. Cepat ia menggunakan tas selempang yang dibawa sebagai payung penghalau hujan. Ia melompat kemudian dan berlari ke tepian toko yang masih buka jam segini setelah mengamati sejenak.

Lian menepuk-nepuk kemeja navi-nya yang agak basah, lalu mengeluarkan ponsel, mencari sesuatu, dan menghubungi seseorang. Di sini ia janjian dengan sang supir yang masih terperangkap di bengkel. Mustahil juga ia pulang sendirian karena akan dijatuhi berbagai petanyaan dari sang kakek.

Percakapan Lian dan orang di seberang sana nggak terlalu lama, hanya pembicaraan antara majikan dan supir pribadi. Sial memang jika mengingat saat tadi ketika mobilnya mogok di tengah jalan saat ia ingin menghadiri acara makan malam bersama para rekan-rekan sekolah. Terpaksa, Lian yang nggak punya pilihan karena sudah terlalu terlambat pun memutuskan untuk naik taksi.

Singkat cerita, pertemuan mereka berlanjut sampai larut malam. Isi pertemuan itu hanya bincang-bincang seputar lama nggak ketemu, menanyakan kabar, bagaimana pekerjaan, dan kapan punya pacar bagi yang jomlo tentunya. Karena pertanyaan terakhir sedikit agak menyinggung, Lian mengabaikannya dengan jawaban ia terlalu fokus pada karir sampai lupa yang namanya membangun hubungan dengan lawan jenis. Itu pun Lian sampaikan dengan diselipi guyonan garing, yang terdengar seperti kritikan di telinga teman-teman.

Sebenarnya, Lian nggak terlalu suka kumpul-kumpul seperti itu. Ia yang pada dasarnya cuek dan judes sejak SMA hanya terpaksa menghadiri acara reunian sekolah. Itu pun karena satu temannya yang nggak sengaja bertemu di Bandara ketika Lian baru saja lepas landas. Jadilah mereka mengoberol sedikit dan berbagi informasi. Dari situlah Lian mendapat undangan spesial untuk menghadiri acara reuni sekolah yang akan di adakan minggu depan.

Di sinilah ia berkahir dengan hujan kian menderas yang disertai tiupan angin. Lian menolak ajakan teman-teman yang ingin mengantarnya pulang dengan dalih ia ingin mampir sebentar ke suatu tempat. Namun, bodohnya kebohongan itu membuat dia terjebak dalam masalah sendiri.

Lian masih berdiri, ia merapatkan diri pada barisan orang-orang yang sama terjebaknya dengan dia. Beruntung, walau sudah sangat larut, nyatanya masih ada beberapa orang yang masih berkeliaran di jalan. Jadi Lian nggak perlu merasa terlalu khawatir. Orang-orang yang berteduh pun sepertinya sama dengan kasus Lian atau pekerja kantoran yang lembur sampai akhirnya pulang selarut ini.

Entahlah, Lian juga nggak mau peduli.

Di seberang jalan berjejer rapi toko-toko dengan segala isinya. Ada sebagai gerai fotokopian, restoran cepat saji yang bersaing dengan warun-warung jajanan kaki lima yang nggak kalah enak. Sayang, Lian sudah terlalu kehilangan mood membuat nafsu makannya hilang, padahal tadi di acara itu ia hanya makan seperlunya sebagai basa-basi penghormatan. Di bus, perutnya sempat berbunyi, tetapi karena sudah terlalu capek menunggu si supir yang nggak kunjung datang pun membuatnya sedikit kesal.

Sekali lagi Lian melirik sekilas arloji keluaran brand Cartie yang ia kenakan. Sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas lewat empat belas menit. Sepersekian detik kemudian, Lian mendengar orang-orang sekitarnya para meributkan sesuatu. Dan sesuatu itu berasal dari satu remaja perempuan yang mengenakan pakaian rumah sakit sedang berjalan dengan kaki terseok dan di verband.

Nggak hanya kaki, kedua tangan dan juga kepala anak itu sama penampakannya. Dia berjalan begitu saja di bawah guyuran hujan dengan tatapan kosong sampai nggak sadar kalau langkahnya kian mendekat ke arah jalan. Anak itu ingin menyebrang, tetapi sebuah mobil box meluncur dengan kecepatan di atas rata-rata pun datang dari arah kanan.

Jadilah Lian yang semula hirau sama dengan orang sekitar pun terpaksa lari menghampiri anak remaja itu dan menariknya agar nggak tertabrak. Saking cepatnya Lian bergerak, tas selempang yang ia kenakan terlempar begitu saja mengenai satu orang yang berdiri di dekat wanita itu.

Semua panik tentu saja, tetapi Lian berhasil menyelamatkan gadis itu dengan menarik tubuhnya menjauh. Mereka berdua jatuh dan Lian menjadi bantalan empuk untuk remaja tersebut. Beruntung bagi mereka berdua, tetapi celaka untuk si pengendara mobil.

Karena kaget dan jalan dalam posisi licin, rem pun nggak berfungsi dengan baik. Jadilah mobil tersebut menabrak trotoar jalan yang ada di jalur B. Karena posisinya tepat di perempatan jalan, mobil itu masuk ke jalur tersebut dan dari arah depan, mobil lain pun datang. Mobil itu kemudian menabrak mobil box tadi sampai benar-benar ringsek.

Kejadianya begitu cepat, beberapa saat kemudian Ambulans pun mengevakuasi semua korban. Dua orang penumpang di mobil box dinyatakan meninggal di tempat, sedangkan mobil merah itu dinyatakan dalam kondisi kritis, sementara Lian dan juga remaja yang pingsan setelah ditarik itu juga di bawa. Tentu Lian syok berat karena insiden tersebut, ia nggak mengira kalau harinya akan sangat sesial itu.

Awalnya mereka bertiga di rawat di rumah sakit yang sama, tetapi akhirnya dipindahkan lantaran permintaan keluarga. Itu pun Lian ketahui seminggu kemudian. Ia yang sudah mulai baikan pun mencari anak remaja yang diketahui namanya Ayuna itu dan juga wanita yang menjadi korban.

Lian menanyakan keberadaan mereka berdua kepada suster dan suster di sana mengatakan kalau wanita tersebut dirujuk ke rumah sakit lain beberapa menit setelah kecelakaan atas permintaan keluarga. Sedangkan Ayuna sudah dibawah pergi oleh keluarganya tiga hari kemudian.

Katanya, anak itu dikirim ke luar negeri lantaran selalu ingin kabur dan mencoba bunuh diri. Pernah beberapa kali gadis itu ingin melompat dari jendela, tetapi kemudian digagalkan oleh perawat yang tiba-tiba masuk. Lian pun nggak mencari setelahnya karena ia juga harus kembali ke Paris.

Saat itu usianya masih sangat muda, sembilan belas tahun. Tiga tahun kemudian pun ia kembali ke Indonesia. Ia sempat mencari kedua orang itu lagi, tetapi berakhir kegagalan karena ia juga disibukkan dengan pekerjaan. Namun, siapa duga setahun kemudian ia dipertemukan dengan Ayuna di tempatnya mengajar. Walau masih nggak yakin, tetapi Lian percaya kalau anak itu adalah Ayuna si anak baru yang nggak punya sopan santun.

Sial, dunia memang sangat sempit. Hanya selebar daun kelor. 

-----

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang