—Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, Dyra ... selamat ulang tahun.—
----
28 Februari 2020 pukul 23:59.
Purnama membiaskan cahayanya di tengah malam penuh bintang. Awan-awan hitam berarak menandakkan kalau sebentar lagi akan turun hujan. Petir bersahutan, menggelegar memekakkan telinga pendengar. Hujan pun turun nggak lama setelahnya, jatuh mengenai bumi dan seisinya.
Dari jutaan sampai milyaran tetesan, beberapa di antaranya jatuh tepat di aspal jalan yang sekarang sudah di lewati oleh sebuah mobil dengan sirine yang nggak henti-hentinya berbunyi. Lalu di tempat lain, terdengar bunyi radio memutarkan sebuah lagu tentang hujan yang turun malam itu.
Berjarak beberapa meter, Rumah Sakit Cipta Husada, di ruang area merokok. Di dekat jendela, berdiri satu laki-laki paruh baya sedang menghisap nikotin sembari menyaksikan bagaimana hujan kali ini turun ke bumi. Tanpa berkedip, ia masih mengamati sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ketika rokok ketiga telah habis terhisap.
Sebagai seorang pembenci rokok awalnya, kini pria itu seperti nggak bisa hidup tanpa rokok sedikit pun. Biarlah orang-orang sekitar berbusa memperingati, sebelum pusat dunianya belum juga kembali, ia akan tetap bergelut di dunia nggak sehat itu sebagai jalan pintas ketika putus asa membelenggu.
Di sisi lainnya di ruang perawatan VIP, duduk satu orang pria berwajah tampan. Tanpa berpaling atau berkedip sedikit pun, tatapannya yang penuh semburat kesedihan masih tertuju pada wanita tercinta yang terbaring di atas bed dengan segala macam peralatan medis melekat di tubuh.
Walau rupawan, tetapi begitu jelas terlihat guratan-guratan di wajah tampak sangat lusuh dengan rambut acak-acakan seperti nggak pernah terjamah sisir, pakaian, serta semuanya berantakan. Ia bagai mayat ketika melihat penampilannya sekarang. Sungguh, siapa pun yang menatap, mengira ia adalah seorang hantu saking pucatnya.
Sejauh terduduk di sana, hanya alunan dari tetesan infus yang menemani bersama bebunyian monitor yang nggak henti-hentinya berdenging. Nggak apa, nggak apa mereka semua seperti pengganggu, asalkan wanita itu tetap aman, ia sungguh nggak keberatan.
Walau dalam hati yang paling dalam, semua orang di sekitar menginginkan lebih daripada mendengar suara-suara itu. Dan jika saja keajaiban itu datang lebih awal, maka nggak perlu lagi mendengar bunyi yang setiap helai napas serasa mencekik.
Ketika jarum jam menunjuk angka dua belasan pas, air matanya jatuh kembali. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia kemudian memalingkan wajah enggan ke arah kue ulang tahun yang ada di meja. Terpaksa dengan berat hati, laki-laki itu mendekat ke sana, mengeluarkan korek, dan membakar lilin.
Dulu sebelum kejadian menyengsarakkan ini, laki-laki itu sangat amat senang jika hari itu datang walau hanya empat tahun sekali merayakan tanggal 29 Februari. Hari di mana ia bisa merayakan ulang tahun untuk kekasihnya tercinta. Pulang bekerja, menunggu momen datang sambil berbelanja keperluan, membeli hadiah, dan menemui sang pujaan dengan kue di tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
Fantasía[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...