—Kenangan jatuh seperti hujan di suatu sore yang melampaui penghlihatan yang mengabur.—
----
Saat itu siang menjelang sore, Athala yang baru pulang menjemput adiknya langsung merebahkan tubuh di atas kasur dan menjadikan salah satu tangan sebagai bantalan. Matanya menatap lurus ke langit-langit kamar sebelum teralihkan ke satu buah pigura foto berbingkai penuh stiker Beruang. Sejenak ia menghela napas, kemudian tangan terulur meraih foto itu yang terletak di atas nakas.
''Bagaimana jika kakak pergi? Apa kamu akan baik-baik saja? Eggak, apa keluarga kita akan baik-baik saja?''
Senyum mengembang ketika menatap gadis di foto itu, seorang gadis yang amat ia cintai dengan segenap jiwa. Seorang anak perempuan yang di lahirkan untuk menemani dirinya. Menjadi kekuatan terbesar sekaligus nyawanya. Arumi Adinata Gunawan, bahkan ia sendiri yang memilih langsung nama itu untuk adiknya. Jika saja bukan karena Arum, sudah dari dulu Athala meninggalkan rumah.
''Kamu tahu, selama ini kakak nggak bisa benar-benar hidup jika bukan kamu. Kakak capek Dek, kakak benar-benar lelah.''
Athala mengepalkan tangan, entah kenapa hari itu ia sudah nggak merasakan apa-apa.
''Tapi bagaimana pun, kakak nggak bisa meninggalkanmu. Kamu satu-satunya yang bisa buat kakak kuat. Kakak sayang sama kamu, Rum.''
Lagi-lagi ia mencoba menguatkan diri ketika semua menyuruhnya untuk menyerah dalam hidup. Dan seruan itu berawal ketika ia tahu kalau dirinya bukanlah anak kandung Gunawan. Ia dilahirkan karena kesalahan Maria, menjadikan hidup yang sudah tersiksa kian menjadi neraka.
''Kakak nggak punya pilihan. Hanya ini satu-satunya cara agar kamu terbebas. Kakak siap berkorban agar mereka tahu kalau segala sesuatu nggak meluluh sesuai aturan. Kakak ingin kamu bisa memilih jalanmu sendiri tanpa melukai siapa pun temasuk mama. Kakak ingin kamu bahagia, Rum.''
Athala terlahir menjadi yang terbaik di antara remaja seusianya. Kecerdasannya sudah terlihat ketika ia masih duduk di Sekolah Dasar. Semua yang ada di tubuh Athala bisa dibilang sempurna. Namun, sesempurna apa pun manusia, itu nggak menjamin suatu kebahagiaan. Dan Athala mengalaminya. Mungkin bukan hanya dia, tetapi ada sosok lain yang nggak terjangkau. Bersembunyi dalam kegelapan karena ketakutan yang mendera ketika mencoba menampakan diri.
Siapa peduli?
Jujur saja, terlahir dari keluarga kaya membuat hidupnya sempurna. Ia mengakui itu dan cukup bangga. Ke mana pun ia dihormati, diperlakukan baik, di utamakan, dan juga di sanjung. Sebagai manusia, siapa si yang nggak suka mendapat perlakuan seperti itu? Munafik kalau mereka bilang nggak tertarik.
Namun, karena itu juga, mereka yang berasal dari kalangan berbeda nggak punya peluang untuk mendekat. Mereka minder duluan, canggung berlebih menjadikan Athala nggak punya teman yang benar-benar teman, atau bisa dibilang sahabat. Dia punya kawan, tetapi hanya sekadar teman saja yang bertukar sapa jika ada keperluan, semacam formalitas sekolah. Bahasa kasarnya basa-basi membosankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Penitisan!
Fantasy[ Masuk daftar pendek Watty's 2021 ] ''Percayahkah kalian, jika kukatakan bahwa kematian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan sebagai tahapan yang pasti dialami semua makhluk hidup. Jika iya, berarti selamat, karena kalian sudah menyadari jika k...