{ 01-03: Mata: Sesuatu yang nggak terlihat. }

105 9 0
                                    

—Mata tertutup, lupakan semua yang terlihat, maka dari itu kau selamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Mata tertutup, lupakan semua yang terlihat, maka dari itu kau selamat.—

----

Sebulan kemudian, 1 April 2020.

Gelap, di ruang itu hanya ada seberkas cahaya dari gemerlapnya purnama yang membias. Udara di sekitar juga nggak terlalu bagus cenderung sumpek. Hawa dingin terasa menusuk-nusuk tulang seolah ingin menghancurkan. Gadis berwajah pucat sekaligus linglung tersebut masih enggan untuk beranjak. Lagi-lagi suaranya menguar, mempertanyakan prihal apa yang terjadi padanya.

''Sepertinya saya melupakan sesuatu, tapi apa?''

Benar, pertanyaan tersebut hampir nggak pernah lekang terucap dari bibir si gadis yang sedang termenung. Ia terduduk di pingiran bed memperhatikan kedua tangan seksama yang dililit verband. Ia mendengkus, mengembuskan napasnya berkali-kali. Kemudian ia bergumam lagi bernada dingin dengan intonasi lebih rendah.

''Kenapa saya bisa berada di tubuh ini? Apa yang terjadi? Kenapa—''

Suara gadis itu terhenti, tergantikan suara lain yang menyahut. ''Jangan terlalu memaksa, terima saja. Ini hadiah.''

Tentu ia terperanjat. Kaget, ia memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri. Mengedar-edarkan pandangan sesekali mengerjap, tetapi nggak menemukan si pemilik suara itu. Ia gugup, seketika rasa takut mulai menguasainya lagi.

Kaku, ia mulai bertanya, ''Siapa kamu sebenarnya, apa maumu, dan kenapa selalu saja mengganggu saya?''

Persis seperti orang kurang waras, gadis itu tampak bermonolog sendiri di tengah gelapnya malam dan pengapnya ruang.

''Aku Athala, dan hari ini menjadi ketiga kalinya aku memperkenalkan diri.''

''Ini nggak nyata, ini pasti hanya mimpi. Kamu tahu, kata mereka, saya baru saja bangun dari kematian.''

''Aku tahu, kamu nggak perlu menjelaskannya lagi.''

''Dan ini hanya mimpi. Bagaimana bisa saya bangun dari kematian?''

''Kerena kamu mendapat hadiah. Kamu tahu, kamu menjadi salah satu orang beruntung.''

Entah kenapa perkataan makhluk nggak kasat mata itu seperti menampar pipi gadis itu. Cepat, ia mengambil kaca lagi dan melihat wajahnya pada pantulan. Sama seperti kali pertama, ia menjerit dan langsung melempar kaca tersebut ke lantai.

''Ini nggak nyata. Sadarlah Dyra, sadar.''

''Sekarang kamu bukan lagi Dyra, tapi Arum. Ingat, jiwa kamu sekarang ada di tubuh gadis itu. Dan berhenti melempar sesuatu yang akan melukai orang nantinya. Lagi pula, itu kaca ke sepuluh yang kamu hancurkan.''

Berdenging! Telinga gadis itu tiba-tiba terasa pengang, reflek ia menutup indera pendengarnya kuat. Jelas-jelas ia mengingat namanya, jadi bagaimana bisa semua orang memanggilnya dengan penyebutan lain.

Si Penitisan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang