63. Golongan Muda Mendesak, Golongan Tua Menolak

2.6K 408 258
                                    

Cieee, nungguin. Kenapa? Kami sengaja emang lambat update, karena keknya lapak makin sepi. So, buat apa ber-iya-iya cepat update. Oh, ya, tinggal 2 episode lagi menjelang BataviLove tamat.

Vote+Comment= happy reading😉 MERDEKA🇮🇩

°°°

15 Agustus 1945.

Bersama Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo, Soekarno berangkat ke Gunseikanbu untuk menepati ucapannya pada Syahrir kemarin hari. Soekarno akan menanyakan sendiri kebenaran kabar kekalahan Jepang dari pihak yang bersangkutan.

Tapi, sampai di sana, Gedung Gunseikanbu sepi. Tidak seorang pun pejabat yang nampak seiring mata memandang. Hanya ada beberapa opsir Jepang yang berlalu-lalang. Mungkin untuk penjagaan.

Soekarno putuskan untuk bertanya pada salah satu opsir yang kebetulan lewat. "Di mana para pejabat? Kenapa Gunseikanbu sepi?"

"Soekarno-san. Di sini sepi, karena semuanya dipanggil ke Gunseireibu." jawab opsir Jepang itu setelah menunduk separuh badan. Terungkap kenapa Gunseikanbu sepi, sebab semua Pejabat pergi ke Markas Besar Angkatan Jepang.

"Kenapa semuanya dipanggil ke sana?"

Tampak opsir Jepang itu tak berkutik. Sepertinya kali ini ia enggan menjawab pertanyaan Soekarno. Tidak ingin memaksa, Soekarno mengangguk membiarkan opsir Jepang itu pergi karena tidak ada lagi yang ingin ia tanyakan.

"Mungkin ucapan Bung Syahrir benar, Bung. Jepang memang benar-benar telah minta damai ke sekutu." celetuk Hatta.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang? Di sini sepi. Tidak ada yang bisa kita tanyakan." ujar Soekarno putus asa. Soekarno menunduk memegang kedua lututnya.

"Laksamana Maeda ada di rumahnya?" tanya Mr. Subardjo tiba-tiba.

"Mungkin ada," jawab Hatta, kurang yakin.

Mereka belum mendatangi rumah beliau, jadi tidak bisa menebak pasti. Bisa saja Laksamana itu pergi juga. Apalagi ia sangat berpengaruh dan menjadi orang kepercayaan Kaisar.

"Kita coba datangi rumahnya. Kalau beliau ada, kita tanyakan informasi yang diperoleh Bung Syahrir benar atau kah tidak."

Usul dari Mr. Subardjo diikuti oleh Soekarno dan Hatta. Mereka lantas berangkat ke kantor Laksamana Maeda.

Keberuntungan nampaknya memihak pada mereka. Laksamana Maeda ada di rumahnya. Bahkan, Laksamana itu sendiri yang mempersilahkan mereka masuk dan duduk di ruang tamu.

"Selamat atas kemerdekaan yang Tuan-tuan terima di Dalat. Saya ikut senang mendengarnya." ucap Laksamana Maeda tersenyum tulus.

Soekarno tersenyum sekedarnya saja tanpa membalas apa-apa. Jabatan tangan Laksamana Maeda, Soekarno sambut. Soekarno sekarang dilanda rasa  bimbang. Ia bimbang bagaimana caranya mengutarakan pertanyaan benar atau tidak Jepang kalah kepada Laksamana Maeda, tanpa menyinggung perasaan beliau.

"Silahkan duduk, Tuan-tuan. Perkara apa yang membawa Tuan-tuan semua ke rumah saya? Apa ada yang ingin Tuan-tuan tanyakan?"

Setelah dipersilahkan tuan rumah untuk duduk, Soekarno berterus terang maksud dan tujuannya datang.

"Ya, kami ingin bertanya mengenai... Berita yang tersiar dari corong radio benar, bahwa Jepang sudah minta damai ke sekutu?" tanya Soekarno sangat hati-hati.

Raut wajah Laksamana Maeda seketika berubah sedih. Dari perubahan ekspresi itu, dapat Soekarno simpulkan bahwa ucapan Syahrir benar. Jepang memang sudah menyerah kepada sekutu.

"Berita yang Tuan dengar dari corong radio itu, benar. Sekutu sendiri yang menyiarkannya."

Mendengar jawaban Laksamana Maeda itu, seolah ada batu besar yang menghimpit dada Soekarno. Napas Soekarno dibuat sesak.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang