12. Perselisihan Pendapat Para Pejuang

4.9K 603 142
                                    

Wkwkwk!

Kaget ya?!

Btw...

Kami segenap penulis Srikandi mengucapkan bela sungkawa sebesar-besarnya atas berpulangnya Ibu Mitzi Farre Tendean (Kakak Pierre Andries Tendean - Pahlawan Revolusi Ajudannya Jendral Besar Dr. Abdul Haris Nasution.)

Ibu Mitzi menghembuskan napas terakhir pada pagi hari tadi, jam 6 WIB diumur 87 tahun. Doakan semoga amal ibadah Ibu Mitzi diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

Aamiin...

Love you, Ibu Mitzi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Love you, Ibu Mitzi. Tenang di sana ya, Bu. Titipkan salam kami kepada Om Pierre, jikalau kalian bertemu🙏

Yaudah, sebelum mulai baca sok atuh di Vote dulu! Ramein lapak dengan SPAM COMMENT kalian wahai readeerrsss!

MERDEKA BANGSA INDONESIA!

°°°

Nafla langsung terdiam, begitu mendengar idenya Soekarno. Pandangan Nafla mengedar ke dua orang yang Soekarno maksud. Hatta dan Syahrir ditatap Nafla bergantian. Tinggal di salah satu rumah dua orang itu? Berarti, Nafla akan berjauhan dengan teman-temannya.

"No, apa-apaan ini? Kan aku sudah bilang, aku tidak bisa." ucap Hatta pelan, mendekat ke Soekarno. Meski suara pria itu sudah dikecilkan, Nafla masih bisa dengar.

"Aku juga tidak bisa! Menampung orang akan banyak mengeluarkan biaya! Belum lagi biaya makan Mimi, Lili, dan Ali! Aku ini punya Anak yang mesti aku biayakan, Bung!"

"Santai dong! Siapa juga yang mau tinggal sama situ? Ogah!" dengus Nafla, menatap Syahrir bagai musuh.

"Jadi, bagaimana? Keputusan ada di tanganmu."

Kembali Nafla terdiam. Soekarno masih menunggu jawabannya. Nafla bingung. Jujur, Nafla memilih Hatta sebagai tempat tinggal. Tetapi, belum apa-apa pria itu sudah menolak. Nafla jadi segan menentukan pilihan.

"Kenapa harus saya yang pindah, Pak? Kenapa nggak temen saya yang lain? Coba tanya mereka juga, dong." protes Nafla, heran mengapa cuma ia yang ditanya tentang hal ini.

"Karena kebetulan kamu lewat, makanya saya tanyakan ke kamu dulu. Nanti akan saya tanya juga ke mereka." jawab Soekarno logis.

Bibir bawahnya Nafla gigit pelan. Pilihan ini membuat hatinya bimbang. Seharusnya pilihan semacam ini diberikan waktu untuk berpikir. Supaya tidak salah dalam memilih. Namun, nampaknya ini adalah pilihan yang mendesak.

"Eng... Boleh milih kan, Pak?"

Soekarno mengangguk sekali. Mengiyakan pertanyaan Nafla. Di seberang, Syahrir berceletuk. Lagi-lagi lontaran ucapan pria itu membuat Nafla kesal.

"Jangan pilih rumahku! Rumahku banyak kecoa dan berhantu! Kau pasti tidak akan hidup tenang!"

"Elo hantunya, Sutan Syahrir!" balas Nafla, tepat sasaran menyentak hati Sutan Syahrir. Terlebih Nafla mengucapkan nama lengkap Sutan Syahrir.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang