77. Derana (Exchap Pipit)

2K 355 113
                                    

Halo!! Bagaimana kabar kalian?
Kangen part Pipit nggak? Kangen dong, masa enggak? Wkwkwkw.

Oke langsung aja yak!!! Cuss, Jan lupa di share ke teman-temannya. Pipit emang sengaja publish pagi, karena malemnya nggak bisa.

Penulis part: pipit_vie

Putar lagu Jamie Mille- Here's Your Perfect!

1 Oktober 1945, 03:30.

Angin pagi buta yang begitu menusuk ke dalam tulang-tulang yang dapat membekukan tak membuat Pipit menyerah untuk terus berjalan menemui Xaveriusnya.

Kesempatan kecil harus dia gunakan sebaik mungkin. Mumpung Vee masih tertidur pulas dalam alam mimpi serta Soekarno yang membantunya, membuat semuanya terasa begitu lancar.

Sepi dan gelap serta hal yang membuat jiwa manusianya takut langsung Pipit tepis karena satu hal, dia harus bertemu dengan Xaverius secepatnya.

Di depannya kini terpampang rumah Belanda yang tampak kotor serta tak terawat, namun disanalah Xaveriusnya berada. Pipit mempercepat langkah kakinya.

"Xaverius," lirih Pipit saat melihat Supriyadi sudah berdiri sembari tersenyum menyambutnya.

"Kemarilah!" Supriyadi menyampirkan jaket kulit tebal pemberian Nakajima atasannya ke pundak Pipit agar wanitanya tak lagi kedinginan.

"Padahal aku pun bisa menjemputmu, tapi kamu memang keras kepala, Pit." Supriyadi duduk di sebelah Pipit, memperhatikan wanita itu yang tengah menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya agar menimbulkan rasa hangat.

"Nggak perlu, gue bisa sendiri." Pipit tersenyum tipis.

Supriyadi menggelengkan kepalanya, kemudian tangannya menggenggam kedua tangan Pipit yang bertepuk dan meniupnya pelan. Sederhana, namun membuat Pipit bersemu dibuatnya.

"Xaverius, gue itu seperti apa di mata lo?"

Supriyadi diam yang membuat Pipit kebingungan, "Kok diem sih? Jawab dong! Gue kepo banget tauk!"

Supriyadi menghela nafas, "Tak bisakah kamu menggunakan 'aku-kamu' saat terakhir bersamaku?

Pipit terhenyak atas permintaan Supriyadi. Pipit berdehem, "Aku ulang, ehm ... Xaverius, aku itu seperti apa di matamu?" Pipit gugup, serius! Ini pertama kalinya dia menggunakan 'aku-kamu' dengan Supriyadi.

"Manusia." Supriyadi menahan tawanya.

Pipit sontak memukul lengan Supriyadi dengan keras, "Kalo itu mah gue juga tau kali! Yakali gue demit, kan nggak lucu."

"Hahahaha," tawa Supriyadi pecah. Hanya dengan membuat Pipit kesal saja sudah selucu ini, menurutnya.

Pipit pun memilih berdiri lalu berjalan menuju dapur sambil mendumel, "Heran gue, dia itu sekalinya manis, manisnya kebangetan, sekalinya ngeselin pengen gue pites-pites!"

Supriyadi menggelengkan kepalanya dan masih dengan sisa tawanya sambil melihat Pipit yang mulai berkutat dengan masakannya. Namun tak lama tawanya menghilang, mengingat dia tak akan melihat Pipit lagi untuk selamanya.

Maka kali ini, detik ini, dia akan menikmati kesempatan yang tak akan datang dua kali. Dia akan menikmati pemandangan indah yang akan selalu dia kenang. Melihat Pipit yang tengah memasak, membuat otaknya berimajinasi. Imajinasi yang terlalu jauh untuk menjadi kenyataan. Supriyadi tersenyum kecut, lagi-lagi dia kalah. Kalah dalam memperjuangkan hak negerinya, juga kalah dalam memperjuangkan cintanya.

Tanpa sadar, selama ini dia sudah terlalu bergantung kepada Pipit. Wanita itu, sukses membuatnya menjadi seorang pujangga cinta.

"Bumbu dapur udah pada abis, apa perlu gue beliin nanti di pasar?" Pipit datang membawa dua piring nasi goreng beserta dua gelas teh panas. Masih terlalu pagi untuk dibilang sarapan.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang