76. Skandal (Extra Chapter Nafla)

2.3K 410 213
                                    

SURPRISE 🎉

Kaget gak?😌

Oke lah, langsung baca aja EXTRA CHAPTER NAFLA! DI MOHON UNTUK MEMUTAR LAGU YANG TELAH DISEDIAKAN DI MULMED SEMBARI MEMBACA!!!

JANGAN LUPA JUGA VOTE + COMMENT YANG BANYAAKK!!!

°°°

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah satu bulan sejak kepergian Nafla. Hari-hari Hatta kembali diisi oleh kesunyian. Hatta berusaha bersikap biasa, seolah-olah tidak ada yang hilang. Tapi, sekuat apapun Hatta menutupi, rasa kosong itu nyata. Rasa sakit kehilangan separuh hati tidak sesederhana itu.

Di dapur, seorang diri Hatta baru selesai membuat kopi. Ia berbalik ke belakang, lantas terkejut karena melihat kilas balik peristiwa. Tercipta momen-momen dirinya bersama Nafla tiap kali berkumpul di meja makan.

"Silahkan beri komentar, tapi jangan hate comment. Hanya menerima komentar-komentar positif." ucap Nafla menduduki diri di kursi. Nafla mengembangkan senyum lebar, menatap Hatta yang duduk di sebelah kanannya, dan Des di kirinya.

"Masakan Mbak enak. Des suka!"

"Betulan enak? Enakan mana, masakan Mbak atau masakan Mbak Pipit?"

Pertanyaan Nafla membuat Des terdiam kaku. Pertanyaan Nafla menjebak. Selain itu, tatapan yang Nafla tunjukkan pun menyeramkan. Nafla menatap Des dengan tatapan lekat penuh selidik. Wajar apabila Des canggung.

Tidak bisa menjawab, Des pun dengan canggung nyengir. Bibir Nafla cemberut kesal karena ia tahu maksud dari cengiran Des. Tentu jawabannya adalah Pipit. Masakan Pipit tak ada tandingannya. Pipit bahkan mengaku masakannya sekelas Chef Renata, sebab sudah berguru. Tapi itu masih katanya, bukan nyatanya.

Nafla mendengus, lantas menoleh ke sebelah kanan. "Hatta bagaimana? Rasa masakan saya enak kan?"

"Enak. Ikan asinnya enak." jawab Hatta, mengangguk berkali-kali tanpa menoleh. Pria itu fokus menyantap masakan Nafla.

"Tapi itu rendang, Hatta, bukan ikan asin!"

"Oh..."

Nafla melongo. Jawaban cuek Hatta tambah membuatnya kesal. Sungguh Nafla tahu maksud dari komentar Hatta tadi. Hatta menyindir masakannya secara halus. Dengan kata lain, rendang Nafla asin.

"Maksudnya rendang saya asin? Iya, kan?! Jawab!"

"Hm. Asin."

Sekali lagi, Nafla dibuat tercengang. Dengan mudahnya Hatta berkata jujur yang menyakiti hatinya.

"Astaghfirullah, mulutnya... Hatta melukai hati saya."

"Tadi katanya minta komentar. Sudah saya komentari, malah marah." Hatta menaruh sendoknya, dan mengarahkan perhatian sepenuhnya ke Nafla.

"Tapi, kan, saya mintanya komentar yang baik-baik."

"Komentar tak terlepas dari baik dan buruk, Nafla. Kedua aspek itu adalah kombinasi."

"Pokoknya saya mau komentar baik!"

Hatta menghela napas pasrah. Ia mengalah. "Rendangnya cukup enak. Masih layak dimakan."

"Komentarnya kok gitu sih?! Kasar!"

Hatta yang baru saja menatap makanannya, langsung menoleh ke Nafla lagi. Berganti, giliran Hatta yang menatap Nafla tercengang. Hatta jadi bingung harus berbuat apa.

"Jujur salah, bohong salah. Apa yang saya lakukan, salah terus di mata kamu, heran."

"Ya Allah! Jadi, yang tadi itu bohong? Hatta, sumpah... Siapa yang ngajarin Hatta bohong begitu? Sudah mulai berani ya?"

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang