56. Kado Mengejutkan Bung Kecil

3.6K 443 231
                                    

Sebelum baca, biasakan VOTE dulu. Sedih, kami perhatikan vote dan comment menurun. Readers berangsur-angsur pasif, part tidak serame dulu. Hehe, entar part-part kedepannya kami update seminggu sekali saja ya? Barangkali kalian jenuh comment terus 2 hari 1 kali. Happy reading, MERDEKA🇮🇩

Penulis part: Nafla080803 & dhiladhsan

°°°

Nafla mencari Hatta, dan ia menemukan pria itu di dapur. Posisi pria itu membelakanginya. Nafla diam di tempat mendengarkan percakapan Hatta di telepon.

"Ini hari ulang tahunmu, Syahrir. Kau tak mau membuat semacam pesta seperti Soekarno? Hahaha, tidak sopan kau. Makan-makan tanpa mengajak aku ya." ucap Hatta diselingi kekehan. Raut bahagia terpancar samar di wajah pria itu, sebelum berubah menjadi syock ketika Nafla merebut gagang telepon.

"Woi, Syahrir! Hari ini lo ulang tahun yak?! Widiihh, makan-makan lah yang lagi ulang tahuuunn! Parah lo, diem-diem bae!"

Hatta menutup kupingnya. Gendang telinganya berdengung akibat intonasi suara Nafla yang meninggi.

Gagang telepon yang Nafla genggam, Hatta ambil alih. Lewat mimik wajah, Hatta menegur sikap Nafla yang tak sopan. Akan tetapi Nafla memasang wajah tidak peduli. Wanita itu malah balik memarahi Hatta. Ia bersedekap dada pura-pura merajuk. Hatta menghela napas. Sudah biasa dengan sikap Nafla itu.

"Halo, Syahrir? Maaf, tadi ada sedikit gangguan. Lalu, bagaimana maumu? Ingin membuat pesta kecil-kecilan, atau tidak?"

"..."

"Syahrir? Halo, Syahrir?"

Tidak ada sahutan di seberang telepon. Seketika wajah Hatta datar, mengetahui sambungan telepon sudah dimatikan Syahrir sejak Nafla bersuara. Alasan pria itu mematikan telepon sudah pasti karena syock dengan suara Nafla. Dia sendiri saja terkejut tadi.

"Lihat. Gara-gara kamu, Syahrir kabur. Dia mematikan sambungan, padahal ada masalah penting yang akan saya sampaikan setelah itu."

"Dih, ngambekan. Cowok kok ngambekan?" cibir Nafla masih dengan posisi yang sama. Bersedekap dada sambil mengatai Syahrir.

Dahi Hatta mengerut menatap Nafla. Hatta tidak habis pikir. Jelas-jelas wanita itu yang salah.

"Kamu itu yang salah, Nafla. Kalau ingin bicara, tunggu dulu saya selesai. Memotong pembicaraan orang itu tidak sopan, apalagi nada bicara kamu tadi tinggi. Biasakan pakai suara yang lembut dan terkontrol."

"Hatta, tadi itu saya kelepasan, karena terkejut. Ternyata ulang tahun Syahrir sama seperti Mama saya! Tanggal lima maret!"

Hatta terdiam, bingung harus bereaksi macam apa. Sebenarnya hal ini tidak penting untuk Hatta ketahui. Hanya saja, timbul rasa senang di hatinya walau setitik. Barangkali karena melihat Nafla tersenyum senang kala membicarakan Mamanya. Alhasil ia ikut senang.

"Tidak mau mengirim surat ucapan selamat ulang tahun untuk Mama, kamu?" tanya Hatta seraya berjalan menuju ruang tamu. Nafla mengekori di belakang.

"Eem, tidak,"

"Kenapa?"

"Karena... Mama saya tidak pandai baca dan tulis." alibi Nafla terpaksa. Kenyataan tidak begitu. Mamanya adalah orang pintar walau tamatan SMA.

"Maafin, Anakmu ini Ma! Ya Allah, semoga Mama gak batuk-batuk pas lempar jumroh. Entar lemparannya meleset. Niat pengen lempar setan, malah kena lempar orang. Alamat orang itu marah, terus ngajak baku hantam Mak gue."

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang