4. Undangan Misterius (Farah)

2.1K 412 17
                                    

Penulis part: dhiladhsan

***

"Eh, ini undangan apa,kak Warta?" Farah antusias menatap kertas berbentuk undangan yang disodorkan Warta, redaktur tempatnya bekerja.

"Kak Warta mau nikah? Wiih, undangannya keren. Unik.

Warta menggeleng. Kecintaanya pada dunia jurnalis belum bisa tergantikan. Jadi, mau menikah dengan siapa dia?

"Bukan, Farah. Ini undangan peliputan objek wisata. Di musium, Far."

"Hah? Undangan peliputan objek wisata? Seriusan, kak Warta?" Farah mengernyit heran. Pasalnya, tumben sekali peliputan seperti ini menggunakan undangan.

Farah lebih berharap itu undangan pelatihan jurnalis untuknya.

Sayangnya, dia sepertinya terlalu halu karena apalah dia yang hanya seorang reporter baru yang tak segemilang teman-temannya.

"Far, panggil Warta karena Farah malah melamun.

"Eh, ia. Jadi?"

"Jadi ya kamu dateng, dong. Apa mau tugas di rumah sakit lagi kayak kemarin?"

Mata Farah membola. Dia menggeleng cepat-cepat. Mentalnya tidak cukup tabah untuk menjalankan tugas itu lagi. Aroma amis bercampur obat, wajah baret yang seakan menatapnya, tubuh beku dengan kaki hancur, wajah-wajah sedih milik para jasat yang sungguh tak bisa hilang dari ingatannya hanya berbilang minggu. Belum lagi, aroma ruangan jenazah yang sulit dihilangkan meski dia sudah mandi berkali-kali.

"Hii. Dia merinding sendiri. Tidak pernah merasa pro melihat darah.

Warta meletakkan kertas itu ke tangan Farah.

"Gimana?"

Farah buru-buru mengangguk. Undangannya udah di tangan, mau nolak gimana? Lagi pula, untuk apa menolak? Ini tugas yang waras. Repot kalau dia menolak lantas tugasnya diganti tapi seperti kemarin. Habislah dia nanti.

Sudah cukup. Dia tidak mau pembuktian tiga bulan pantas atau tidaknya disini sia-sia lalu sayonara.

"Oke," Warta tersenyum lalu melangkah hendak berbalik ke ruangannya.

"Kak Warta," Farah memanggil. Warta berbalik. "Ia?"

Ini kapan?"

Besok, jam delapan pagi. Undangannya dibaca, ya, jangan lupa datangnya tepat waktu. Salah satumodal jurnalis di sini adalah tepat waktu, seperti yang saya sampaikan saat perkenalan kemarin.." Ucap Warta, menyimpul senyum sambil berlalu pergi tanpa menoleh lagi.

Farah juga melangkah pelan, kembali ke ruangannya dan teman-teman.

"Dari mana," Far? Lila, teman jurnalisnya menyapa. Matanya menatap Farah, tapi tangannya sibuk menari di atas keyboard komputer.

"Dari beli minum, Lil," Farah menunjukkan ssekantong plastik berisi berbagai minuman dingin, lalu mengambilkan satu untuk Lila.

"Eh, baik banget. Thanks Far." Lila menghentikan ketikannya, berbinar mengambil teh botol dingin lalu membukanya dan meneguk cepat-cepat.

"Ngapa, Lila? Haus, lo?" Ekspresi Lila bikin Farah pengen ngakak.

Lila nyengir, menunjukan botolnya yang isinya telah ludes.

"Astaga!" Farah cengo. "Gak santuy banget lo minumnya, Lil."

Lila nyengir, melemparkan botol ke tempat sampah di sudut ruangan.

Plung. "Aduh! Siapa yang ngelempar botol?"

Eh. Aduh. Sorry, kak Berlian," ucap Lila cepat-cepat. Berlian berjalan pelan, anggun bak putri solo. Memungut botol itu lantas meletakkanya ke tempat yang benar.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang