5. Kericuhan di Pasar

5.9K 634 258
                                    

Semisal masih ada typo, mohon dimaafkan. Karena manusia tidak luput dari kesalahan. Sebelum baca part ini, budayakan vote terlebih dahulu.

Trailer BataviLove

Happy reading guys🤗

°°°

Krieet...

Saat pintu itu terbuka, tampak seorang pria tua. Berdiri di ambang pintu tengah tersenyum misterius ke arah empat wanita di hadapannya. Raut wajah pria tua itu tidak ada ciri khas orang Indonesia yang tercermin. Wajahnya mirip seperti orang barat. Pakaiannya pun begitu. Memakai pakaian ala-ala eropa.

"Welkom bij de dames van keuze, (Selamat datang wanita-wanita pilihan)." ucap pria tua itu menggunakan bahasa yang tak dimengerti oleh mereka berempat.

"Busettt, Bapake ngomong pake bahasa kalbu, mana paham saya, Pak!" Pipit berceletuk yang langsung disenggol oleh Nafla.

"Bukan bahasa kalbu anjim!"

Seketika Farah menjentikkan jarinya, "Oohh, gue tau dia ngomong apa!"

"Ngomong apa moms?" Vee menatap polos Farah, sedangkan Nafla dan Pipit merasakan perasaan tak enak. Pasti jawaban bodoh yang akan wanita itu keluarkan.

"Ini bahasa Thailand! Sawadikap nanon khapp," ujar Farah dengan bangga. Dugaan Nafla dan Pipit jadi nyata.

Nafla memukul kepala Farah, "Koplok naon eta saha aing maung! Itu teh bahasa Belanda!"

Farah mengaduh kesakitan. Pipit meringis sambil gumam, "Untung gue gak bilang bonjour tadi. Berabe dah kepala, ntar."

"Bonjour? Bonjour itu bahasa Belanda kan?" celetuk Vee sok tahu. Senyumnya terpancar lebar, kemudian dengan pedenya menyapa pria itu. "Bonjour, Pak!"

"Bujettt! Lu denger gua ngomong apa? Kenceng juga tuh kuping!" sewot Pipit, menyentil kuping Vee tak berperasaan.

Vee meringis mengelus kupingnya. Vee bergumam pelan, "Sejak kapan coba kuping bisa kenceng? Setau gue, yang kenceng tu speaker mikrolet. Atau motor balap. Bruum ... bruum ... Ini kuping mau dikencengin gimane? Kagak ada volumenya. Ye kan, Far?" Vee menatap Farah mencari dukungan.

"No, no!" Farah menggeleng.

"Moon maap gue gak pro dulu, moms," dengan santai, Farah mengeluarkan tape recorder. "Yak, kawan yang budiman, ... Adaaw Naaf!"

Farah menjerit nyaring, mengadu kesakitan. Sebuah tangan melayang, lagi-lagi Nafla menggeplak kepalanya yang berharga.

"Turun deh harga kepala gue," Farah mengusap kepalanya yang baru saja Nafla pukul.

"Bisa seriusan gak sih, jingan?!" bentak Nafla bak ibu-ibu yang memarahi anaknya.

Ketiga orang itu melongo. Tidak menyangka,Nafla bisa berucap kasar. Parasnya kalem, namun mulutnya tidak demikian. Cover tidak menjamin akhlak.

"Muka boleh aja kalem kayak boneka berbie, tapi mulut kayak boneka santet!" bisik Pipit ke Farah dan Vee.

"Iya, yak! Mending kayak lo. Muka bejat bejat kayak gini, tapi mulutnya gak typu-typu. Sama bejatnya!" angguk Farah membenarkan.

"Sama aja anjim! Mulut lo aluzz bener kayak telenan mak gue!" Pipit memukul kepala Farah. Selalu saja kepalanya menjadi sasaran empuk pukulan tiga teman barunya.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang