65. Penyusunan Teks Proklamasi

3K 448 296
                                    

Dapat Vote sambil bacain Komentar kalian adalah kunci semangat kami. So, jangan pas lambat publish aja, mulai comment "up,up,up". Mulai nyariin. Apaan, bentar lagi mau tamat woi. Hayoloohh...

Btw, kami gak tau kedepannya bisa update atau nggak, mengingat dekat waktu lebaran. Liat aja. Kalo publish, ya baca. Kalo nggak, jangan maksa. Okedoki, lop yu tomat❤🍅

Happy reading deh, dan tetap MERDEKA untuk Indonesia ditengah pandemi🇮🇩🤗

°°°

"Bung, aku punya praduga, itu adalah kerjaan dari para pemuda. Sepertinya rakyat sudah mulai berontak membakari rumah-rumah orang Tionghoa. Lebih baik kita kembali ke Rengasdengklok."

"Tunggu! Kita periksa dulu," cegah Soekarno tidak mau langsung percaya.

Soekarno keluar mobil bersamaan dengan Hatta dan Subardjo. Dua orang itu sama-sama penasaran. Setelah diperiksa, ternyata hanya rakyat yang membakar jerami.

"Benar rakyat yang memberontak kan, Bung?" tanya Sukarni tak sabaran, setelah Soekarno kembali masuk ke dalam mobil.

"Dugaanmu terlalu berlebihan, Karni. Bahaya sekali. Padahal itu hanya rakyat yang membakar jerami."

"Yaahh, zonk. Kena prank kita." celetuk Vee memasang wajah pura-pura sedih. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat Sukarni terdiam malu karena sudah salah sangka.

Pipit terkekeh, "Selamat, Anda masuk jebakan super trap! Sila lambaikan tangan ke kamera."

"Bangke si pelon. Super trap, ngakak abieezz."

Rombongan sampai di Jakarta pukul delapan malam. Arah tujuan Soekarno dan Hatta terpisah. Mereka pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat, namun berjanji akan saling berkabar informasi situasi terkini.

"Bagaimana menurutmu jika kita melakukan rapat ulang? Aku dan Bung Subardjo yang akan mengatur jadwal di Hotel Des Indes." usul Hatta melalui perantara kaca jendela mobil.

Kini mereka berhenti di lapangan rumah Soekarno. Yang lain sudah masuk semua ke dalam. Hanya Soekarno yang belum, dan masih bicara dengan Hatta.

"Atur saja dan kabari aku kalau semuanya setuju. Tapi, kalian kabari dulu para anggota, terlebih hotel Des Indes untuk memesan ruangan."

"Baik, akan segera ku kabari. Sampai jumpa kalau begitu." pamit Hatta. Kaca mobil ia tutup, dan berpisah lah kedua sejoli itu.

Sesampainya di rumah, Nafla langsung menjatuhkan tubuh di sofa. Nafla menyimak percakapan Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo yang menelepon pihak hotel Des Indes.

"Selamat malam, dengan hotel Des Indes di sini. Ada yang bisa kami bantu?"

"Ya, selamat malam. Saya Ahmad Subardjo, ingin memesan tempat untuk malam ini di salah satu ruangan. Apa pihak hotel bersedia?"

"Aduh, maaf sekali, Tuan. Setelah jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam, hotel kami tidak boleh mengadakan kegiatan apa-apa. Itu sudah menjadi aturan terdahulu."

"Ah... Begitu. Tidak masalah. Terima kasih ya, selamat malam."

"Apa katanya?" tanya Hatta terburu-terburu. Dari percakapan Subardjo yang ia simak di telepon, dugaannya mengatakan rencana mereka gagal.

"Pihak hotel bilang, kalau sudah pukul sepuluh malan, hotel tidak boleh mengadakan kegiatan apa-apa lagi."

Dugaan Hatta tidak meleset. Informasi tersebut membuat Hatta kecewa luar biasa. Kekecewaan itu terpancar jelas di raut wajahnya. Tapi, rasa kecewa Hatta tidak berlangsung lama karena usul yang Ahmad Subardjo berikan.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang