13. Hatta dan Buku (Nafla)

3.8K 555 129
                                    

Oke!

Jadi, gini. Saya tau, saya masih dalam situasi ujian. Sebenarnya asli sibuk sih, cuma tadi malem itu coba iseng-iseng ngetik part saya. Dari mulai jam tujuh sampai jam sembilan malam, eh ternyata part ini saya buat selesai. Gak nyangka banget woi, mengingat saya sendiri yang terlibat di cerita ini. Jadi halunya bener-bener lancar jaya, sambil ngebayangin lagi sama Pak Hatta. Wkwkwk😂.

Yaudah, kalo saya dah update begini, ramein lapak dong. Vote dan spam Comment sebanyak-banyaknya biar makin semangat saya dan Author lain buat update😙.

Maaf semisal masih ada typo ditemukan, salam MERDEKA🇮🇩

Penulis part: Nafla080803

°°°

Mobil Hatta berhenti di sebuah pekarangan rumah. Sejak mobil ini masuk melewati pagar, pandangan Nafla tak terputus mengamati rumah sederhana di depannya. Rumah Hatta ini tidak jauh beda dengan rumah Soekarno. Barangkali bedanya hanya di cat.

Mobil berhenti, dan Hatta turun. Kakinya melangkah hendak masuk rumah, tapi berhenti seketika tepat di teras. Hatta berbalik. Ia melihat ke arah mobil. Nafla masih berada di dalam. Alis Hatta mengerut, memikirkan ada apa gerangan yang menyebabkan wanita itu belum turun juga.

Hatta menghela napas berat, "Benar kataku bukan? Menyusahkan!"

Hatta pun memutuskan kembali ke mobil. Melalui kaca mobil pengemudi yang terbuka, ia melihat sosok Nafla melamun. Sekali lagi, helaan napas itu berhembus di pernapasan Hatta. Untuk menyadarkan wanita itu, Hatta tahu harus berbuat apa.

Tin! Tin!

Nafla terkisap. Benar saja, cara Hatta berhasil. Nafla tersadar dan langsung melemparkan pandangan kepadanya. Raut wajah wanita itu terlihat syock.

"Turun!" suruh Hatta, sedikit meninggikan intonasi suaranya.

"I--iya!"

Kalang kabut Nafla turun dari mobil. Ia menurunkan barang-barangnya seorang diri. Sementara Hatta, lekaki itu sudah melenggang pergi mendahuluinya di depan.

"Ini orang emang dasarnya gak peka, atau gak ber-perikemanusiaan? Gak ada sedikitpun niat bantuin gue, ya Allah!" batin Nafla, menatap punggung Hatta geram. Nafla tampak kerepotan membawa semua barang-barangnya.

Saat sampai di depan teras, ada seorang wanita paruh bayah yang keluar. Wanita itu menyambut ramah kedatangan mereka.

"Loh? Ini siapa, Pak? Cantik sekali. Istri Bapak, kah? Alhamdulillah, jika Bapak akhirnya sudah menikah," celetuk wanita itu begitu datang, membuat Nafla terbelalak. Sedangkan Hatta tampak tenang menanggapi.

"Bukan. Wanita ini..." Hatta menggantung ucapannya. Matanya sejenak menatap Nafla dari ujung kepala hingga ujung kaki. Barulah setelah itu ia melanjutkan. "... Dia yang akan membantu kamu bekerja di sini,"

"Hah?" cengo Nafla, menatap Hatta tak percaya. Secara tak langsung, berarti Hatta menganggapnya sebagai pembantu.

"Oh, begitu. Saya kira dia Istri Bapak. Habisnya cantik," ucap wanita paruh bayah tadi, sedikit tidak enak karena salah mengira.

"Tidak," jawab Hatta lagi, singkat. Pria itu lantas melenggang pergi masuk ke dalam rumah tanpa sepatah kata. Meninggalkan Nafla yang masih berdiri dengan barang bawaan banyak.

Tersadar, wanita paruh bayah itu pun mempersilahkan Nafla masuk. "Ayo, Nona, masuk. Sini, barangnya biar saya yang bawakan."

"Eh, tidak usah! Saya bisa sendiri, kok." tolak Nafla canggung. Nafla agak bingung harus memanggil wanita itu apa. Nafla perkirakan, wanita itu seumuran Hatta. Kalaupun tak seumuran, paling jarak usianya tidak terlampau jauh.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang