86. Menangis Seperti Derasnya Hujan (Extra Chapter Nafla)

2K 359 277
                                    

DI VOTE SAMA SPAM COMMENT BENERAN LOH YA INI. NAFLA SAMPE BENER-BENER LUANGKAN WAKTU, GERCEP BUAT NGETIK PART INI SUPAYA BISA UPDATE SEKARANG. PADAHAL NAFLA LAGI SIBUK PRA OSPEK DAN BANYAK TUGAS😭. KALO GAK RAME, UPDATE NEXT PART BAKAL LAMA😡✊.

Okelah, capcus langsung baca. Di akhir part kalian akan dibuat terkejut🤯. Happy reading semua! DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA YANG KE-76 TAHUN! MERDEKA ✊🇮🇩

°°°

Nafla membuka mata dan melihat panik sekitarnya. Sekarang dia tengah berdiri di koridor rumah sakit Effendi yang minim cahaya. Keadaan rumah sakit sepi seperti tidak berpenghuni.

"Susteerr!" Nafla berteriak, barangkali ada seorang yang lewat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Susteerr!" Nafla berteriak, barangkali ada seorang yang lewat. Tapi, setelah Nafla tunggu, panggilannya tidak mendapat sahutan. Teriakannya malah menggema di koridor rumah sakit itu.

"Dokter Faisaall!"

Sekali lagi Nafla berteriak. Kali ini Nafla melangkah maju menyeret tiang infusannya. Nafla sekalian ingin mencari orang-orang.

"Ke mana orang-orang?" gumam Nafla bingung.

Terus melangkah maju, tiba-tiba saja Nafla berhenti. Di depannya, sama sekali tidak ada cahaya. Gelap. Nafla tak berani melangkah lebih dekat.

"Dokter Juna, Dokter Faisal, kalian di mana?! Dokter Hatta!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dokter Juna, Dokter Faisal, kalian di mana?! Dokter Hatta!"

Nafla mulai panik. Keadaan sekitar makin mencekam. Nafla seolah menjadi karakter di film horor. Lama berdebat dengan diri sendiri antara melangkah lebih dekat atau tidak, Nafla pun putuskan melangkah maju. Perlahan tubuh Nafla hilang di telan keadaan gelap gulita itu.

Nafla menoleh ke segala arah. Perasaan dia hanya berjalan beberapa langkah, tetapi pada kenyataannya ia sudah masuk sangat dalam ke keadaan gelap itu. Tempat Nafla berpijak saat ini bukan rumah sakit Effendi yang minim cahaya lagi, namun hanya ruang kosong gelap gulita saja. Sekitar Nafla tidak ada apa-apa. Nafla jadi teringat mimpinya. Mimpinya sama seperti ini. Berada di ruang gelap, kosong nan sempit.

Sedari tadi sibuk melihat kanan kiri, Nafla dikejutkan ketika matanya mengarah ke depan. Sejurus pada posisinya, ada pria yang tengah berdiri juga membelakanginya. Sekalipun berdiri membelakanginya, Nafla mengenal siapa gerangan pria itu.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang