17. Hatta, Kesunyian Yang Berbisik (Nafla)

3.8K 590 132
                                    

HAYOOO, SIAPA KEMAREN YANG MINTA PARTNYA BANYAK?! INI, AUTHOR NAFLA KABULKAN DI PART KHUSUS HATTA & NAFLA🤗

VOTE DAN COMMENT YANG BANYAK YA GAES! KAN PARTNYA UDAH SAYA BUAT BANYAK. ±4.500 WORD, WKWKWK! INI SAYA KETIK HANYA LIMA JAM. UDAH LAMA SIH, SAYA PERSIAPIN PART INI. KIRA-KIRA PAS ITU MASIH DALAM SITUASI UJIAN.

Oh, ya, satu lagi. Sebelum baca, saya mau bahas satu hal. Saya TEKANKAN lagi ya gaes. DILARANG KERAS MENJIPLAK KARYA KAMI!

Kami tuh, udah susah-susah buat karya ini. Sampai meluangkan waktu, nyempatin diri buat ngetik BataviLove demi pembaca setiaaa. Sampai kadang berselisih paham. Kalian cuma liat kami akur-akurnya dong:'). Jadi, please ya! Jangan nge-JIPLAK karya orang. Berusahalah sendiri buat cerita. Kalo kata Bu Inggit Garnasih, istri ke-2 Pak Soekarno: "Jangan mencubit, kalau tidak ingin dicubit."

Paham kan ya? Wkwkwk, okelah. Happy reading!

Salam merdeka🇮🇩

Penulis part: Nafla080803

°°°

Di dalam kamar, Nafla tidak henti-hentinya menyalahkan diri sendiri. Kejadian beberapa detik lalu masih memutari isi kepalanya. Tatapan syock Hatta yang tertuju ke tubuh atasnya tanpa penutup.

"Berdosah! Aku sudah berdosah! Kamu jangan solimi! Solimi-solimi, solehah!" racau Nafla tidak jelas, mengikuti dubber terkenal di video tiktok yang pernah ia tonton.

Nafla duduk di tepi kasur. Ia mengusap rambutnya frustasi, "Dosa apa gue? Ini Pak Hatta, loh! Pak Hatta! Bapak Proklamator Indonesia yang... Yang masih jomblo! Aaaa!"

Terus berceloteh tiada guna, Nafla pikir ini harus dihentikan sebelum ia gila. Nafla menarik napas panjang-panjang, coba menghapus memori buruk barusan. Jika terus mengoceh, yang di luar akan lebih mengoceh pula. Hatta menunggu ia di luar.

"Oke... Apapun yang terjadi, gue tetap cantik! Fix!" monolog Nafla sama sekali tidak nyambung. Dengan cara ini ia menenangkan diri.

Setelah itu, Nafla membuka lemari pakaian. Baju ia ambil dari sana untuk dikenakan pada pagi hari yang anarkis ini. Nafla memilih baju yang sesuai tampil di depan Hatta nanti.

Selesai berpakaian, Nafla berjalan keluar kamar untuk memenuhi permintaan Hatta. Menemui pria itu di luar. Sampai di luar, Nafla langsung menemukan Hatta duduk tenang di kursi teras. Ragu-ragu Nafla mendekat.

"Pak," panggil Nafla canggung.

Hatta menoleh. Seperti tatapan normal Hatta, ia menatap lawan bicaranya lekat dengan ekspresi datar. Ekspresi yang menurut Nafla sangat mengintimidasi.

"Duduk," titah Hatta singkat. Bola matanya turut memberi titah. Mata Hatta mengarah ke salah satu kursi kosong di sebelahnya.

"Oh, iya. Permisi,"

Ragu-ragu Nafla mendudukkan diri di kursi sebelah Hatta. Canggung menyelimuti perasaan Nafla, kala ia dan Hatta sudah duduk berduaan.

"Di makan," celetuk Hatta, sorot matanya mengarah ke satu porsi gudeg di atas meja.

"Buat saya?" tanya Nafla memastikan. Hatta mengangguk singkat mengiyakan.

Beralih mata Nafla menatap satu porsi gudeg di atas meja itu. Meski Hatta sudah bilang gudeg itu untuknya, tetap saja Nafla ragu untuk mengambil.

"Kenapa masih diam saja? Tidak mau?"

Nafla tersentak, lantaran Hatta tiba-tiba bersuara. Segera Nafla menggeleng canggung.

BataviLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang