#89.

231 18 3
                                    

-89-







Di gedung

Setelah menyelesaikan penghormatan untuk Amora, Meera merasa tubuhnya jauh lebih ringan, seakan-akan beban dalam tubuh dan jiwanya telah di angkat saat itu juga.

"Guru—"

"Pergilah untuk istirahat terlebih dahulu, nanti Rayle akan membawamu pulang. Saya masih harus menyelesaikan beberapa hal di sini"

"Baik guru"

Melihat Meera yang pergi keluar, Amora memejamkan matanya memilah-milah ingatan lamanya.

"Sayang sekali" gumamnya pelan.

Mengenai hukuman yang orangtua takdir katakan sebelum jiwanya terlahir kembali, ternyata benar adanya.

Dulu Amora sering bertanya-tanya kenapa dia tidak pernah merasakan hangatnya hubungan keluarga, ternyata jawabannya karena dirinya sendiri.

Ya hukuman bagi Amora adalah terlahir di keluarga yang tidak akan pernah menerima kehadirannya. Dia harus terlahir tanpa cinta, tanpa kekuatan, juga tubuh yang sakit-sakitan. Racun yang dulu dia kira berasal dari ibu tirinya, nyatanya hanyalah perantara semata, karena tanpa racun itupun, tubuhnya memang sudah rusak, karena jiwanya yang tak utuh.

Hah sangat menyebalkan, entah bagaimana lagi dia harus menjabarkan kehidupan ketiganya sebagai manusia ini.

'emosi manusia sangatlah rumit'

Amora tidak bisa pungkiri jika dia sempat membenci keluarga kekaisaran itu, bagaimanapun juga, sebagai seorang anak, tentunya dia juga ingin merasakan kasih sayang dari orangtuanya. Tapi setelah paham apa yang terjadi, setelah dia tahu jika ini adalah hukumannya, Amora tidak bisa lagi membenci mereka bukan.

Tidak ada yang salah diantara orang-orang itu. Walaupun hatinya sakit, dia tidak bisa egois, jika dia tetap terlahir dengan kasih sayang, juga kemuliaan seperti di kehidupan-kehidupan sebelumnya, belum tentu dia bisa bertahan sampai sejauh ini.

Setelah menyelami ingatannya, tiba-tiba saja kening Amora berkerut. "saudara keempat, paman Gean. Mereka—" Amora tidak tahu apa yang dia rasakan.

Harusnya tidak ada seorangpun yang boleh memiliki emosi terhadap keberadaannya, tapi mengapa mereka—

"Apa mungkin utusan orang tua takdir?" Tanya Amora sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya.

Saudara ke-empat nya adalah pribadi yang baik, pria muda itu selalu menemaninya bermain, memberinya beberapa makanan dan hadiah kecil secara sembunyi-sembunyi. Sampai kejadian hari itu merubah segalanya.

Lalu Gean ifrya, sosok paman yang selalu menjaganya dan melindunginya.

Mereka bukanlah mata-mata, Amora tidak merasakan jejak 'orang itu' diantara mereka, emosi mereka sepenuhnya lurus. Mungkinkah ada sesuatu yang dia lewatkan?.

Menghela nafas, memikirkan semua itu tidak cukup jika hanya dalam waktu singkat.

Amora memejamkan matanya lalu menghilang dari tempat duduknya.

..........


Kastil—

Suara dentingan pedang juga ledakan sihir terdengar menggema di sisi barat kastil.

Di sana, ratusan orang terlihat berlatih "gerakan yang bagus. Tambahkan sedikit energi spiritual, bidik dengan jelas, lalu serang lagi" suara Dragen terus mengintruksikan pelatihan yang sudah berjalan lebih dari satu jam ini.

"Oh Leraen kamu kembali? Apa nona juga sudah kembali?" Tanya Dragen saat melihat Leraen berjalan mendekat.

"Nona tidak kembali, baru saja dia mengatakan jika dia ada beberapa urusan di luar."

"Lalu kamu tidak menemaninya?" Tanya Dragen dengan suara yang sedikit dingin.

Leraen menatap Dragen sekilas lalu beralih menatap banyaknya orang-orang yang tengah berlatih di sana.

"Kamu tahu karakter nona dengan baik. Setelah semua ingatannya terbuka, apa kamu pikir nona tidak perlu waktu untuk dirinya sendiri. Mencerna dan menerima semua itu tidak cukup sehari dua hari. Kamu juga tahu kehidupan nona saat ini, keadaan keluarganya—

Jadi, biarkan nona melakukan beberapa hal pribadinya sendiri, dia benar-benar perlu waktu Dragen."

Dragen diam, dia tidak tahu harus bagaimana lagi.

Leraen benar. Nona nya perlu waktu, bagaimana pun Nonanya sudah melalui beberapa waktu hidup sebagai manusia, pastinya dia mengerti beberapa emosi tentang mereka.

........


Sakte Naga.

Setelah penerimaan Amora sebagai tuan mereka, kelima guru Sakte itu terlihat berkumpul bersama sembari membicarakan beberapa hal.

"Yang mulia sudah menerima kita"

"Ya, dia menerima kita di bawahnya"

"Lalu kapan, beliau akan mengikat perjanjian kontrak?" Tanya Suyen.

Perjanjian kontrak?

"Dua hari lagi" jawab Tian pelan.

"Kenapa tidak sekarang saja?" Maksud Suyen, kenapa harus menunggu lagi, bukankah Amora sudah menerima mereka?. Jika sudah terikat perjanjian kontrak, Amora tidak perlu takut jika ada penghianat.

"Entahlah, yang mulia punya caranya sendiri. Oh iya, ngomong-ngomong, yang mulia juga mengirim beberapa orang untuk memilah Sakte. Tidak bisa di pastikan apakah Sakte ini sepenuhnya bersih, ataukah masih ada beberapa tikus kecil yang bersembunyi."

"Orang kuat memang punya pengaturannya sendiri. Tapi bagaimana perjanjian itu di lakukan?"

"Ada tiga jenis kontrak. Kontrak tuan dan pelayan, kontrak spirit dengan tuan, juga kontrak persaudaraan darah. Jelas kontrak tuan dan pelayan yang akan berlaku" sahut Suyan.

Suyen mendengus kecil "aku juga tahu tentang itu, maksud ku, bagaimana nona akan melakukannya? Apakah dia akan mengikat kita satu persatu? Atau—"

"Kenapa ribut, kita hanya perlu melakukan sumpah setia, lalu ikatan kontrak akan terjalin dengan sendirinya"

AMORA CALLISTA IFRYA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang