5 || Harvey

218 40 16
                                    

"Kamu lucu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu lucu. Kayak anak SMP." Harvey terkekeh sewaktu membuka pintu kamar indekosnya dan mempersilakanku masuk lebih dulu.

Kenapa dia harus menggunakan kata 'lucu'? Aku sudah pernah mengatakannya pada Arindi kalau aku lebih suka disebut lucu daripada cantik. Tapi ... ah! Sudah lah.

"Makasih. Kuanggap itu pujian," kekehku sambil melepaskan tali sepatu. "Kamu duluan aja, aku lepas sepatu dulu."

Seandainya ini adegan dalam sinetron, pasti akan ada efek suara dag, dig, dug yang luar biasa kencang, ditambah lagi kamera yang zoom in dan zoom out diiringi musik tegang.
Dadaku pun akan dibuat kembang-kempis seperti Tom dalam serial kartun 'Tom and Jerry', sewaktu kucing itu melihat kucing betina putih bernama Toodles.

Ini benar-benar sebuah kesalahan besar. Seharusnya aku tidak datang ke sini. Ya memang sih, indekosnya dekat banget dengan indekos Arindi, tapi bukan berarti aku mendatanginya ke sini.

Sulitnya menjadi manusia yang tidak menyukai keramaian, kadang sampai lupa berpikir sebelum mengambil keputusan, lupa kalau tempat yang sepi lebih banyak setannya.

"Kamu mau minum apa? Aku ada vodka, sama bir aja, sih."

Lihat! Setan juga ada dalam kemasan botol kaca sekarang. Bukan lagi dengan tanduk merah di kedua sisi kepalanya seperti di dalam film.

"Nggak usah, makasih. Aku belum haus," jawabku dengan senyum yang sedikit kupaksakan.

"Duduk, Pris. Jangan berdiri di situ, kan ... bukan lagi kondangan," guraunya sambil berjalan ke lemari pendingin yang diletakkan di sudut kamarnya. "Jadinya, mau minum apa, Dik Prisa?"

Sial! Mentang-mentang tubuhku kecil dan usiaku lebih muda darinya, dia menyebutku 'adik'. Sejak kapan dia tumbuh di rahim ibuku?

"Apa aja yang nggak membuatku hilang kesadaran, Kak Harvey," kubalas gurauannya dengan gurauan juga.

Benar, kan? Ini terlalu canggung. Bahkan aku menjadi kaku seperti kanebo baru. Aku tidak suka situasi seperti ini. Awas saja kalau sehabis ini dia bertanya warna kesukaanku atau makanan kesukaanku.

"Air mineral kalau begitu." Dia tersenyum sembari membawa satu botol kemasan air mineral dan memberikannya padaku. "Kamu udah makan? Sukanya makan apa?"

Boleh tidak, sih, kalau kujawab 'makan apa saja asal kamu tutup mulut'? Ah, tidak! Itu terlalu kasar untuk diucapkan seorang Prisa.

"Udah, kok. Tadi ... makan dimsum sama temanku."

"Oh iya, temanmu nangis kenapa?" Ih! Kenapa ingin tahu, sih? Apa urusannya dengan dia? Aduh, aku tidak suka banget sama laki-laki yang kepo begini.

"Biasa, urusan perempuan. Ngomong-ngomong ... apa cahaya di dalam sini memang se-kelam ini, ya?"

Jujur saja, bagian yang membuatku semakin takut karena minimnya cahaya di dalam kamar Harvey. Dia hanya menggunakan lampu tumblr dengan bias cahaya biru untuk menerangi ruangannya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang