8 || Keanehan

188 37 28
                                    


Di tengah kebingunganku, tiba-tiba tangan Harvey menyentuh ujung jariku dan membuatku terkesiap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah kebingunganku, tiba-tiba tangan Harvey menyentuh ujung jariku dan membuatku terkesiap.

"Kok kaget?" Dia bertanya dengan kerutan bingung di keningnya. "Kamu kenapa melamun?"

"Aku bingung," kataku jujur.

"Bingung? Bingung kenapa?"

"Kok, kamu bisa ada di sini? Maksudnya, kamu tau dari mana kalau aku ada di sini?"

"Insting aja, sih." Dia menyandarkan punggung pada sandaran kursi.

Cukup lama dalam posisi itu, matanya menatapku lekat-lekat dan seperti sebelumnya membuatku salah tingkah dibuatnya.

"Kenapa begitu natapnya?"

Harvey menggeleng pelan, dia menarik lurus bibirnya hingga tipis. "Kamu kelihatannya lelah. Banyak kerjaan hari ini?"

Aku menghela napas, mengingat sebanyak apa pekerjaanku hari ini. "Begitu lah, resiko budak perusahaan."

Dia tertawa renyah. "Udah mau masuk jam makan malam. Mau pindah tempat?"

Andai saja ada yang bisa melihat raut wajahku saat ini. Aku sungguh tidak dapat menjelaskan seperti apa rasa yang sedang menerpaku sekarang.

"Kamu belum jawab pertanyaanku, Harv."

"Kenapa aku ada di sini?" Aku mengangguk. "Insting kubilang."

"Nggak mungkin."

Dia tertawa lagi, suaranya lebih renyah dari sebelumnya. Tahu seperti apa kerupuk ketoprak yang baru digoreng? Suara kriuknya ketika digigit dan minyaknya menyebar di ujung bibir, kira-kira seperti itu suara tawa laki-laki di hadapanku ini.

"Mau membahas kehadiranku atau kita makan malam?" Kerenyahan suaranya seketika hilang dan berganti dengan suara tegas yang membuatku kembali kaku seperti pada saat dia tiba-tiba muncul tadi.

"Mau makan malam apa memangnya?"

"Kamu maunya apa?"

"Aku masih kenyang, sih. Tadi siang ditraktir teman makan sushi."

"Jadi, kamu nggak mau makan malam bareng aku?"

"B-bukan begitu." Aduh, kenapa sih, dia pintar banget membuatku merasa tidak enak hati. "Kalau di sini aja, gimana? Masih macet kalau harus pindah tempat."

"Ada menu yang enak di sini selain ayam penyet?"

"Banyak, kok."

Akhirnya Harvey setuju untuk makan malam di sini. Mas Jeje membuatkan menu terbarunya untuk Harvey, yaitu sandwich tuna sedangkan aku yang sudah minum cokelat dan makan kue cokelat rasanya kekenyangan, hingga akhirnya kupesan mashed potato saja.

Makan malamku dengannya berlangsung hening, sampai makanan kami masing-masing habis 'tak tersisa.

"Lumayan juga rasanya," kata Harvey setelah membersihkan sisa saus dari sudut bibirnya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang