31 || Patah

129 23 6
                                    

Selera makanku benar-benar menurun drastis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selera makanku benar-benar menurun drastis. Prisa yang biasanya setiap jam kelaparan, kali ini enggan menyentuhkan lidah pada olahan makanan apa pun, maupun minuman manis kesukaanku.

Setelah gagal menghabiskan makan malamku, aku juga gagal untuk tidur nyenyak. Harvey terjaga bersamaku hingga pukul empat pagi.

Walaupun dia kelihatan sudah mengantuk karena beberapa kali kedapatan mencuci wajahnya, namun dia berusaha untuk terlihat tidak mengantuk sama sekali di hadapanku.

Padahal sudah kukatakn berulang kali padanya, kalau mau tidur silakan saja. Tapi Sagitarius yang keras kepala itu tentu saja tidak menggubrisku.

"Kamu mau sarapan bubur ayam, Pris?"

"Bubur ayam di mana yang buka jam empat pagi begini, Harv? Aku nggak pengin makan."

"Kamu stres banget ya mikirin hasil kemarin?"

"Menurutmu?" Aku mengerutkan kening. Harvey menghela napas panjang. "Aku yakin banget kalau kemarin salah. Aku juga yakin banget kalau sebentar lagi pasti datang bulan."

"Kalau yakin, kenapa stres? Istirahat lah, Pris." Harvey mulai menarik selimut setelah dia berbaring di sampingku. "Aku udah beli alat tes kehamilan lagi sewaktu kamu tidur sore. Ada tiga jenis yang beda, aku nggak ngerti. Nanti dicoba aja kalau kamu udah siap."

"Kamu aneh, Harv."

"Aneh gimana?"

"Sebelumnya kamu yang rewel supaya aku tes, tapi setelah hasilnya garis dua kamu malah kelihatan santai gini. Ya memang sih, aku bilang nggak akan minta tanggung jawabmu, tapi kan—"

"Tidur, Pris. Aku ngantuk." Harvey membungkam mulutku dengan telapak tangannya.

Kurang dari lima menit, Harvey sudah tertidur pulas. Entah benar-benar tidur atau hanya pura-pura, aku tidak mencaritahu. Kutarik selimut lebih banyak untuknya yang mudah kedinginan.

Pukul enam pagi, aku turun dari ranjang dengan hati-hati agar tidak membuat Harvey terbangun. Tapi, ketika kedua kakiku menyentuh lantai, tiba-tiba Harvey mengerang.

"Kamu mau ngapain?" tanya sembari menahan lengan kiriku.

"Pipis, Harv. Sekalian tes, supaya tenang." Kulepaskan tangannya dari pergelangan tanganku dengan lembut.

Harvey bergerak cepat. Kedua matanya menyipit karena masih mengantuk, tapi dia sudah bergerak untuk mengeluarkan sebuah wadah kecil serta tiga buah alat tes kehamilan dari laci meja komputernya.

"Kamu tampung di sini pipisnya." Dia hanya memberikanku wadah tanpa memberikan alat tes kehamilan yang masih terbungkus plastik putih. "Nunggu apa? Katanya mau pipis?"

"Kenapa cuma wadah? Sini alatnya." Kuulurkan tangan kanan tapi dia segera menepisnya pelan.

"Kamu tampung pipisnya pakai wadah, setelah itu bawa ke sini. Aku masih ngantuk banget, mager ke kamar mandi."

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang