11 || Kelam

211 36 13
                                    

"Tabita! Aku dicium!" jeritku dalam pesan suara yang kukirimkan pada Tabita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tabita! Aku dicium!" jeritku dalam pesan suara yang kukirimkan pada Tabita.

Biasanya, perempuan itu jarang banget aktif dan membalas cepat. Tapi entah kenapa, kali ini dia membalas secepat kilat melalui sebuah pesan.

Tabita :
Hah? Dicium siapa? Si H?

Selama seminggu ini, aku cukup sering bercerita dengan Tabita. Aku juga sudah menceritakan tentang pertemuan pertamaku sampai pertemuan selanjut-selanjutnya dengan Harvey.

Tapi ....

Aku hanya memberitahu inisial nama Harvey pada Tabita. Jadi, setiap kali kami membahasnya dalam pesan singkat, kami selalu menyebutnya 'H' saja.

Tabita :
Prisa! Jawab aku! Jangan bikin penasaran begini!

Prisa :
Hahahaha.

Tabita :
Jangan ketawa! Jawab aku! Dicium siapa? Gimana ceritanya? Kok bisa tiba-tiba dicium?

Karena malas mengetik pesan panjang lebar. Jadinya, aku menceritakan semuanya pada Tabita melalui pesan suara.

"Astaghfirullah! Prisa!" jerit Tabita dalam balasan pesan suaranya. "Kok bisa-bisanya kamu nginap? Beneran cuma dicium di pipi aja? Pris, beneran?"

"Iya, Bit," balasku.

"Aku nggak habis pikir, kok bisa-bisanya kamu nginap di tempat dia. MasyaAllah, Prisa!"

Wajar saja reaksi Tabita seperti itu, karena mungkin menurutnya ini adalah hal yang tabu. Tapi tidak denganku.

Aku bukanlah perempuan polos tanpa noda dan dosa. Aku adalah Prisa Mikayla yang sudah pernah menyerahkan harta paling berhargaku pada pacar sekaligus cinta pertamaku di usia delapan belas tahun.

Awalnya, aku sempat depresi setelah melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya saat itu. Dalam pikiranku penuh dengan ketakutan akan stigma orang-orang kalau sampai tahu, dan kekhawatiran bagaimana kalau aku dan Arlo putus, kemudian tidak ada laki-laki yang mau menjadi pacarku lagi karena aku sudah tidak perawan?

Tapi ternyata, pikiran itu yang membuatku menjadi budak cinta selama enam tahun. Bertahan dalam Abusive Relationship bersama Arlo. Hari-hariku seperti di neraka. Walau aku tidak tahu persisnya seperti apa, tapi menurut cerita-cerita yang pernah kudengar ... kurang lebih gambaran neraka persis seperti kehidupanku bersama Arlo.

Karena takut kehilangan, aku sampai rela diperlakukan kasar olehnya. Aku sampai rela diselingkuhi berulang kali, karena pada saat itu aku merasa sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hingga sampai pada puncak kemarahanku ketika Arlo berniat untuk menjualku pada laki-laki lain untuk memenuhi hasrat seksualnya yang gila.

Banyak hal yang menjadi alasan kenapa hubunganku dan Arlo harus berakhir. Karena hubungan kami benar-benar sudah penuh racun. Aku tersiksa secara fisik juga psikis. Depresi berat hingga dikira gila oleh orangtuaku sendiri. Kenapa? Karena aku memendamnya seorang diri. Aku tidak pernah bercerita pada siapapun.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang