Sudah kubilang, aku pasti datang bulan.
Selama sepuluh hari, selera makanku semakin menurun dan setiap pulang kerja hanya mampu berbaring di atas ranjang sampai pagi hari, pergi bekerja dan kembali ke rumah tepat waktu, lalu mengulang ruinitas seperti hari-hari sebelumnya.
Tubuhku benar-benar lemas, seperti tenagaku terkuras—keluar bersama darah-darah kotor itu. Sampai aku tidak memiliki waktu untuk sekedar mengajak Mocca bermain sebelum tidur. Kucing itu nampaknya kesepian dan sedih.
"Sini, Mo!" kupanggil anak bulu kesayanganku itu agar naik ke atas ranjang. Wajahnya yang semula murung, seketika menjadi senang. Dia melompat ke atas ranjang dan berguling di atas selimutku. "Kangen ya sama aku?" kuusap kepalanya, dia mendekat dan berbaring telentang—memintaku untuk mengelus perutnya.
Kram hebat itu datang lagi menghantam perutku. Dalam bayanganku saat ini, darah-darah kotor yang menempel di dinding rahimku seperti tanah longsor yang perlahan-lahan luruh. Rasa sakitnya sampai membuat kepalaku pening.
Hanya Mocca yang paling mengerti kondisi sakitku saat ini. Dia bergerak ke atas perutku, kemudian mulai memijat dengan kedua kaki depannya. Wajahnya yang menggemaskan menatapku penuh kekhawatiran. Aku tersenyum, lalu dia mengeong pelan.
"Makasih ya, Mo. Kamu yang terbaik!"
Di hari libur ini, kedua orangtuaku sedang pergi mengunjungi cucu-cucu kesayangan mereka. Belakangan, mereka memang lebih sering menghabiskan waktunya di rumah kakakku. Terkadang mereka menginap hingga berhari-hari.
Tidak masalah bagiku, karena dengan begitu aku bisa beristirahat dengan tenang sepanjang hari ini.
Rasa sakit pada perutku perlahan hilang, pijatan Mocca pun perlahan menghilang juga. Kulirik kucing itu, ternyata dia kelelahan dan berbaring lemas di sisi pinggangku dengan satu kaki depannya yang masih berada di atas perutku.
Kurasakan derasnya aliran darah mengalir keluar dari kemaluanku. Aku mendesah sebal, karena dapat kupastikan jika tidak segera mengganti pembalut, maka akan terjadi bencana di atas ranjangku. Noda darah yang menempel di sprei sulit untuk dihilangkan dan itu sangat menyebalkan.
Kupaksakan diri untuk segera bangkit dan bergegas ke kamar mandi sebelum banjir bandang datang.
Saat air dingin menyentuh kulitku, aku pun bergidik. Merinding seluruh tubuh serta gemetar karena kedinginan, ditambah rasa sakit yang sudah mulai hilang kembali datang lagi. Sejahat itu efek air dingin pada saat sedang datang bulan.
Kenapa datang bulan hanya terjadi pada perempuan? Karena laki-laki belum tentu mampu mengatasi rasa sakit yang menyebalkan seperti ini, terlebih laki-laki dengan sumbu pendek seperti Harvey.
Ngomong-ngomong soal Harvey, sudah dua hari aku tidak mendengar kabarnya. Dia sudah kembali menjadi Harvey yang cuek, seperti sebelum saat aku telat datang bulan. Dia banyak menghabiskan waktunya untuk bermain game online dan menonton film selagi menyicil pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
Chick-Lit"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...