22 || Ego

112 24 1
                                    

Aku adalah seorang Taurus yang mana dianggap keras kepala, betul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku adalah seorang Taurus yang mana dianggap keras kepala, betul. Disebut egois, juga betul. Tapi, terkadang aku masih bisa mengalah untuk menurunkan egoku agar semuanya menjadi baik-baik saja.

Diluar dari ramalan zodiak yang sering kutemui tentang seberapa keras kepalanya Taurus, sesungguhnya aku selalu mengutamakan 'perasaan tidak enak' dalam hal apa pun. Contohnya saat ini, saling diam selama beberapa jam di dalam ruangan yang sama dengan Harvey membuatku merasa cemas sendiri.

"Maaf ya, kalau aku salah." Akhirnya aku memulai lebih dulu untuk meminta maaf pada sesuatu yang jujur saja aku tidak tahu di mana letak salahku. Tapi, selagi meminta maaf adalah sebuah kebaikan bukan kejahatan, aku rela saja melakukannya.

"Hmm," gumam Harvey tanpa menoleh sedikit pun.

"Harv, udah dong."

"Udah apa?"

"Jangan diem, aku udah minta maaf."

"Aku nggak minta kamu."

Aku menghela napas panjang mendengar jawabannya yang menyebalkan itu. "Nggak perlu minta maaf kalau terpaksa," sambungnya tiba-tiba membuatku praktis membolakan mata.

"Astaga!" geramku kesal.

"Kamu pulang aja deh, Pris. Percuma di sini kalau marah-marah, bikin suasana nggak enak."

Apa aku tidak salah dengar? Harvey mengusirku sekaligus menuduhku yang membuat suasana menjadi tidak enak? Apa dia benar-benar tidak waras?

"Kamu ngusir aku?" Aku berdiri dari ranjang dengan perasaan kesal dan dia hanya diam saja. "Aku tanya kamu, Harv."

"Hm?"

"Harvey, bisa nggak sih, kamu jawab aku?"

Akhirnya dia menoleh, menatapku sembari menggelengkan kepalanya pelan. Dia membuat adegan menggelengkan kepalanya itu terlihat sedikit lebih dramatis dari seharusnya. "Nggak enak kan, kalau ditanya nggak langsung dijawab?"

"Kok? Kenapa bilang begitu?"

"Udah lah, Pris. Capek ribut terus nggak jelas, aku nggak bisa kayak begini."

"Apa sih, maksudmu?"

"Mau pesan taksi online sekarang?"

Aku menggeleng tidak percaya akan pertanyaannya. Dia serius mengusirku dari sini. Harvey bisa terlihat sangat menyebalkan dengan raut wajahnya itu dan tatapannya.

"Nggak perlu, aku bisa pesan sendiri." Sambil mengumpat dalam hati, aku bersiap-siap secepat kilat. Mulai dari meriasa wajah seadanya, agar tidak terlihat kusut. Kemudian aku mengganti pakaianku, setelah itu barulah memesan taksi online.

Seolah semesta tengah bermain-main dengan egoku dan Harvey, hampir lima belas menit aku kesulitan mendapatkan pengemudi taksi online. Mungkin karena sekarang hari minggu dan di luar sedang hujan, sehingga membuat tarif melonjak naik namun banyak pengemudi yang enggan mengambil pesananku karena jarak yang cukup jauh ditambah dengan kemacetan yang sudah pasti tidak dapat dihindari.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang