"Gimana hubunganmu sama Harvey?"
"Nggak gimana-gimana," jawabku setelah menelan risol.
"Udah pacaran berapa lama, sih?"
Pertanyaan Safira membuatku meletakkan tahu isi yang baru saja kuambil dari piring.
Aku diam untuk merenung.
Iya. Merenung.
"Kamu nggak pengin nikah, Pris?"
Belum menjawab pertanyaan sebelumnya, Safira sudah melontarkan pertanyaan lain yang membuatku memejamkan mata akhirnya.
Itu pertanyaan yang sangat kubenci.
"Nggak tau, belum kepikiran."
"Harvey umurnya berapa? Dia nggak ada niat buat nikahin kamu?"
Harvey? Nikah? Sama aku?
Kalau aku hidup di dunia fiksi, mungkin saja. Tapi dunia nyata ini jauh lebih pahit.
Kenyataannya pun sudah jelas. Ada batas di antara aku dan Harvey yang tidak mungkin kami langkahi begitu saja.
Lagi pula, hubungan kami pun tidak jelas.
Pacaran? Friends with benefit? Teman? Atau sebut apa saja lah itu, aku tidak mau memikirkannya sementara ini.
"Kamu tau lah, Saf. Kayaknya mustahil juga aku bisa lanjut ke hubungan yang serius sama dia."
"Seenggaknya kenalin ke keluarga dulu, Pris." Safira memberiku segelas sirup jeruk dingin.
"Kenalin?" Aku tertawa dan menggeleng tak habis pikir dengan ucapan Safira. "Bisa-bisa dihantam ayahku, Saf."
"Ayahmu itu baiknya luar biasa, Pris. Kesabarannya berlapis-lapis, dan ayahmu sayang banget sama kamu. Masa iya tega menghantam pacar anak kesayangannya?"
"Bisa aja sih, toh yang anaknya kan aku bukan Harvey."
Safira menghela napas. Dia melongok ke dalam kamar untuk memastikan anaknya masih tidur lelap.
"Terus, mau sampai kapan kamu jalanin hubungan nggak jelas?" Safira mendekat dan mengusap bahuku. Dia menatapku pilu, seperti sedang mengasihaniku. "Kamu happy?"
Apakah aku bahagia?
Entahlah.
Aku mengangkat bahu, lalu meneguk sirup jeruk.
"Kamu cantik, pintar, sabar, baiknya kelewatan, kamu berhak dapat pasangan yang selevel, Pris. Bukan berarti harus tajir kayak keluargamu, tapi seenggaknya sama baik dan sabarnya."
Tajir kayak keluargaku? Ngaco si Safira ini! Keluargaku biasa-biasa aja.
"Iya."
"Kita tuh tumbuh sama-sama, nyoba hal baru sama-sama, ngelakuin hal goblok sama-sama, aku yang salah tapi kamu yang kena omel, begitu juga sebaliknya. Kita saling jaga satu sama lain dari orok, Pris. Aku sayang banget sama kamu, aku pengin kamu bahagia, ketemu jodoh yang baik dan juga sayang sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
ChickLit"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...