Harvey meninggalkan kamar kosnya sejak kemarin dengan kondisi AC yang menyala. Kurasa dia sudah gila. Bagaimana kalau terjadi korsleting listrik? Bagaimana kalau kamarnya menyebabkan kebakan satu gedung indekos?
"Ya ampun." Aku hampir berteriak sewaktu menginjak genangan air di dekat ranjangnya.
"Kamu duduk deh, biar aku pel. Ini air dari AC."
"Kamu sih, kenapa nggak dimatikan kemarin sebelum pergi?"
"Buru-buru," jawab Harvey yang sudah mulai mengepel lantai. "Lagi pula, ada bagusnya juga kan jadinya nggak perlu lama nunggu kamar ini dingin."
"Kalau korsleting listrik gimana, Harv? Jangan begitu ah. Kalau mau pergi diperiksa lagi semua barang elektronik jangan sampai ada yang masih mencolok ke saklar listrik."
"Iya, iya. Bawel deh. Yang penting kan nggak ada korsleting." Dia memeras kain pel di kamar mandi. "Kamu cuci kaki dulu deh, sekalian cuci tangan, setelah itu pakai sanitizer."
"Iya. Iya. Bawel deh." Aku mengulangi ucapannya yang tadi.
Tepat pada saat kaki kananku sudah menginjak lantai kamar mandi, Harvey menjitak kepalaku dengan raut wajah gemas. "Aduh! Kenapa aku dijitak?" Aku mengeluh sambil mengusap kepala.
Bukannya meminta maaf, dia justru terkekeh dan berjalan keluar dari kamar mandi setelah mencuci kaki serta tangannya.
"Kamu udah lapar belum?"tanyanya.
"Aku lapar setiap saat!" teriakku dari dalam, karena pintu kamar mandi sudah kukunci dan aku sudah duduk di closet untuk buang air kecil.
Seharusnya aku langsung pulang saja ke rumah. Kembali ke tempat ini membuatku menjadi manusia yang malas bergerak. Apalagi kalau sudah bertemu dengan kasurnya yang memiliki keanehan. Kurasa kasur itu ada peletnya, buktinya aku bisa secinta itu sampai tidak mau beranjak kalau sudah rebahan di sana.
"Harv, nanti aku pulangnya nggak--" Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Harvey sudah menarikku ke atas pangkuannya. "Ih, mau apa?"
"Mau kamu," ucapnya sambil menggerakkan tangan secara agresif ke tubuhku.
Aku di unboxing lagi.
Aku ina-inu lagi.
Aku ....
Ah, sudah lah.
Aku sampai lupa kalau tadi sempat overthinking karena mendadak Harvey mengajak pulang dan membatalkan membeli kopi secara tiba-tiba setelah aku mengantre cukup lama.
Seharusnya kan aku marah, atau setidaknya merajuk, bukan? Tapi kenapa justru aku diam saja sewaktu dia unboxing tadi? Aku pasrah saja, bahkan aku mendesahkan namanya pada saat dia menyakitiku dengan cara yang paling nikmat.
"Aku nggak kuat berdiri," keluhku saat Harvey melepaskan diri dariku.
Dia tertawa kecil sambil berjalan meraih handuk yang dia gantung di dinding belakang pintu. "Nanti aku bantu ke kamar mandi." Dia masih tertawa sampai masuk ke dalam kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
ChickLit"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...