Seingatku, terakhir kali jalan-jalan ke mall ini tuh sekitar lima tahun yang lalu deh.
Tidak banyak yang berubah. Aroma mall ini masih sama.
Aroma manusia kaya raya gitu.
Aroma yang tidak bisa dijelaskan secara rinci dengan lisan, hanya bisa dirasakan oleh hidung ketika berdiri di loby.
Aku cukup minder dengan penampilan burukku hari ini. Tapi menurut Harvey oke-oke saja, jadinya ya... sudah.
Harvey itu laki-laki yang sat set banget. Walau terkadang agak ribet bahkan sampai menjengkelkan setiap kali memilih sesuatu. Begitu tiba, dia langsung fokus ke tujuan utamanya.
Tapi, di depan eskalator dia berhenti.
"Aku lapar. Kamu lapar nggak?"
"Lumayan. Mau makan?"
Dia melihat sekeliling. Di lantai ini hanya ada toko barang mahal. Seperti Gucci, LV, dan keluarga kaya raya lainnya.
"Di lantai berapa ya?"
"Di bawah ada restoran asian gitu kalau belum berubah. Aku sih cocok sama makanannya."
Harvey mengangguk lalu berjalan menuruni eskalator tanpa bertanya lebih banyak.
Dia berhenti untuk melihat buku menu di depan restoran. "Keliatannya enak."
"Aku berani jamin pasti enak, kalau chefnya belum ganti."
Dia menoleh cepat. "Kamu kenal chefnya? Siapa?"
"Teman ibuku. Yuk!" Aku berjalan masuk duluan, disusul olehnya di belakang.
Pramusaji laki-laki tersenyum menyambut kedatangan kami. Dia bertanya, kami mau duduk di mana?
Kutunjuk meja yang berada di ujung ruangan dekat kaca jendela besar. Pramusaji itu mengangguk dan mengantar kami ke meja lalu memberikan menu.
Aku langsung memesan kungpao chicken yang sudah kukenal rasanya sejak lama. Aku suka main aman untuk urusan lidah. Harvey lebih tertarik dengan beef garlic noodle spicy yang dari gambarnya begitu menggiurkan.
"Kamu suka bawang putih?"
"Kenapa harus nggak suka?" Dia mengangkat alis. "Vampire nggak suka bawang putih, jadinya aku aman dari gigitannya."
Iya sih, memang vampire di film drama china takut sama bawang putih. Tapi, seingatku... selama nonton Vampire Diaries sampai ke series Legacies, rasanya belum pernah lihat Damon, ataupun Klaus ketakutan lihat bawang putih.
Nanti coba kutonton ulang series itu.
"Bagus nggak?" Harvey memperlihatkan foto sepatu di ponselnya.
Kali ini dia menunjukkan sepatu yang menurutku biasa aja, sih. Warna cokelat dengan model yang sering kulihat dipakai Arlo dulu. Tapi kuyakin sepatu yang diperlihatkan Harvey ini harganya berkali lipat dari sepatu Arlo yang dulu sering dia pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
Literatura Kobieca"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...