Aku sudah bosan melihat video kucing di Instagram. Mocca pun sudah terlelap di antara kedua kakiku dengan kepala mendongak dan mulutnya yang sedikit terbuka—memperlihatkan barisan giginya yang selalu membuatku gemas.
Biasanya Harvey meneleponku di atas pukul sepuluh malam. Entah kenapa, tapi itu sudah menjadi kebiasaannya sejak pertama kami kenal.
Oh! Atau mungkin di atas pukul sepuluh malam, para gebetannya sudah tidur jadinya barulah dia bisa menghubungiku.
Haha, bukan Prisa namanya kalau malam-malam begini tidak overthinking.
Kupandangi nomor telepon Harvey selama hampir sepuluh menit. Pada saat hendak memblokir nomornya, tiba-tiba saja dia menghubungiku.
"Hallo?"
"Hmm, udah di rumah?" tanyanya dengan nada rendah yang datar.
"Udah dong, sekarang hampir jam sebelas."
"Kenapa nggak kasih kabar?"
Hah? Kasih kabar? Aku terbiasa memberi kabar padanya setiap kali pulang dari indekos. Sejak kapan ada peraturan yang mengharuskanku memberi kabar setiap pulang bekerja?
"Kenapa nggak dijawab? Kamu kan tau, kalau aku nggak suka dikacangin."
"Chat terakhirku aja cuma dibaca doang sama kamu," decakku tidak mau disudutkan olehnya.
"Halah, jangan memutar balikin topik pembicaraan deh," ucapnya dengan nada meremehkan.
"Kok kamu ngomong gitu, sih?"
"Apa susahnya, sih, cuma kasih kabar udah sampai rumah? Ah, yauda lah. Nggak usah dilanjut."
"Apanya yang nggak dilanjut?"
"Topiknya. Istirahat aja deh, aku juga mau istirahat. Bye."
Aku menggeram kesal setelah Harvey mengakhiri panggilannya. Apa, sih, maunya makhluk Tuhan yang satu itu?
Kenapa juga, rasanya sulit banget untuk memblokir nomornya? Aku memang bukan tipe orang yang suka memblokir nomor orang lain, bahkan nomor penipu dan sales asuransi yang seringkali membuat jengkel pun tidak sampai kublokir nomornya.
Kalau Harvey mau main, baiklah. Akan kutunjukkan permainanku.
Pertama-tama, aku menghapus foto profil whatsapp. Langkah kedua, kuaktifkan mode airplane pada ponselku sehingga jika dia mengirim pesan hanya akan ceklis satu sehingga dia mengira telah diblokir olehku. Dan yang terakhir adalah tidur.
.
.
.
Karena tidurku nyenyak dan lebih awal dari biasanya, ketika bangun di pagi hari rasanya sungguh berbeda. Aku merasa lebih segar dan bersemangat dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
Literatura Feminina"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...