"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi."
.
.
.
Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku memiliki kebiasaan rutin hampir setiap tahunnya. Mengubah gaya rambut menjelang tahun baru. Entah kenapa itu menjadi kebiasaan yang selalu kulakukan.
Kali ini, aku mengubah sedikit gaya rambutku. Mengguntingnya sebahu dan memberi sedikit poni agar terlihat sedikit lebih muda dari usiaku.
Aku senang dengan hasilnya. Aku terlihat sangat mirip dengan diriku sepuluh tahun yang lalu. Aku ingat, Arlo dan Radit sangat menyukai gaya rambutku dengan poni seperti ini. Menurut mereka, aku terlihat menggemaskan dan seperti anak kecil.
"Aku baru gunting rambut," ucapku dengan penuh semangat saat tersambung telepon dengan Harvey.
"Oh ya? Kamu apakan?"
"Kubuat jadi pendek sebahu dan pakai poni."
"Poni? Kayak Dora? Atau gimana?"
Karakter kartun Dora memang sangat lekat dengan sebuah poni. Tapi Marsha juga memiliki poni yang sama.
"Ya, seperti Dora. Tapi nggak setebal itu."
"Alay."
Aku tidak menyangka tanggapan Harvey akan seperti itu. "Kenapa kamu bilang gitu?" Aku pengin banget marah.
"Ya memang alay. Kamu udah dewasa, Pris. Kenapa harus pakai poni begitu?" Dia mendecak.
"Kamu belum lihat, kenaoa udah beropini kayak begitu?"
"Aku bahkan nggak mau membayangkannya. Nggak usah ketemu dulu deh sampai rambutmu panjang lagi dan balik normal."
"Apa sih, Harv? Kenapa kamu jadi menyebalkan begini, sih? Ya, aku tau kamu emang menyebalkan tapi nggak sampai sebegininya cuma karena masalah rambut."
"Aku mau tidur. Dah." Harvey memutuskan sambungan teleponnya begitu saja dan aku muak banget dengannya. Aku pengin menjerit tapi nggak bisa, karena sudah tengah malam dan orangtuaku sudah tidur.
Bisa-bisanya, hanya perkara rambut membuat Harvey jadi nggak mau bertemu denganku lagi. Sudah gila. Dia benar-benar gila.
Aku sengaja membagikan foto dengan gaya rambut baruku ke dalam status. Beberapa respon yang masuk seluruhnya positif. Banyak yang mengatakan kalau aku cocok dengan gaya rambut ini dan terlihat lucu.
Setidaknya, itu bisa mengobati rasa sakit hatiku akibat opininya Harvey. Akan kubuat dia menyesal karena sudah mengatakan hal buruk tentang gaya rambut baruku.
Aku sangat membenci jika apa yang sudah direncanakan mendadak batak begitu saja. Seperti contoh, Harvey dan aku sudah berencana akan melewati malam tahun baru bersama tapi harus gagal karena masalah gaya rambut.
Tentu saja tidak akan kubiarkan. Aku tetap datang ke indekosnya pada tanggal 31 Desember, sore. Beberapa kali dia menolak, tapi aku tetap datang. Aku wanita pantang menyerah, apalagi untuk membuktikan bahwa opininya salah besar.