57 || Driver Lisence

116 16 0
                                    

Sejak ibu meninggalkan kamarku, aku tidak bisa tidur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak ibu meninggalkan kamarku, aku tidak bisa tidur. Bahkan aku tidak berhenti berdoa meminta agar rencana perkenalan besok dibatalkan dengan cara apapun.

Aku sampai menangis selama berdoa. Mataku sampai sembab pagi harinya karena terlalu banyak menangis dan kurang tidur.

Kulihat penampilanku di cermin. Rambuku kusut berantakan, wajahku pucat pasi, mata sembab, dan hidung merah.

Penampilanku sungguh menyeramkan pagi ini.

Sekarang sudah pukul sembilan pagi. Aku tidak bangun untuk sahur dan tidak dibangunkan pula.

Sepertinya ibu sengaja membiarkanku tidak puasa hari ini karena sakit.

Sewaktu keluar dari kamar, kulihat ibu dan ayah tengah sibuk membersihkan rumah. Ada pamanku juga yang datang untuk memotong rumput taman depan.

Melihat ayah ikut serta membereskan rumah, nampaknya sedikit aneh. Karena pasalnya, ayahku dikenal sebagai manusia paling malas di keluarga besar. Keluarga besar ibuku bahkan sudah tidak kaget lagi setiap kali berkunjung ke rumah dan melihat adanya spot yang berantakan, karena sudah pasti spot itu milik ayah.

Entah kenapa, ayahku seperti tidak menyukai sesuatu yang rapi, bersih, dan tertata. Ayah terlihat lebih nyaman saat keadaan di sekitarnya kotor dan berantakan.

Aneh memang.

Dan sepertinya, sifat pemalasku menurun dari ayah. Tapi aku tidak suka sesuatu yang kotor dan berantakan. Hanya malas saja.

Apakah teman kakakku istimewa banget ya? Sampai-sampai membuat kedua orangtuaku kerja bakti begini. Dan mereka sampai meminta tolong pamanku datang untuk membersihkan taman pula.

Setahuku, Kak Adri tidak punya teman yang anak dari seorang pejabat tinggi deh. Kenapa harus repot-repot begini sih?

Sore harinya, ayah terlihat gelisah. Duduk di teras dan sesekali memandang ke arah jalan, seolah tidak sabar menunggu kedatangan anak tersayangnya. Biasanya ibu yang begitu setiap kali cucu-cucunya akan datang ke rumah.

"Bersikap yang baik ya, Pris," ucap ibu seolah aku ini seorang anak urakan yang tidak memiliki etika. "Rambutmu belum dikeringkan?"

"Biar aja, nanti kering sendiri."

"Eggak biasanya kamu begitu." Ibu memicingkan mata. "Coba disisir biar rapi."

"Menyisir rambut dalam keadaan basah membuat rambut jadi rontok. Biar aja."

"Ada aja jawabanmu."

Sungguh. Aku tidak peduli dengan penampilanku saat ini. Jangankan untuk berdandan, mengeringkan rambut saja rasanya enggan.

Kulirik ponsel di atas meja.

Sepi.

Hening.

Mati.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang