32 || Pemikiran Konyol dan Rencana Jahat

119 21 5
                                    

"Aku mau melamar kamu, Pris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku mau melamar kamu, Pris."

Tidak ada panas, hujan, angin ribut, mau pun bencana alam yang menyeramkan. Tiba-tiba saja Radit bicara seperti itu saat meneleponku malam ini. Dia mengucapkan kalimat konyol itu sebagai topik pembuka yang menurutku sangat lucu. 

Aku tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Radit yang konyol itu. Pasalnya, aku kenal banget siapa Radit.

Laki-laki yang pernah ada dihidupku selama 4 tahun itu tidak pernah menginginkan sebuah pernikahan. Dia menggunakan cara pandang masyarakat barat yang bisa hidup bersama tanpa terikat sebuah pernikahan, yang tidak menutup kemungkinan akan menikah, tapi entah kapan.

Menurutnya, itu sah saja dilakukan jika kedua belah pihak tidak keberatan. Tapi tentunya itu bertolak belakang banget dengan keinginanku untuk menikah dan memiliki keluarga yang harmonis.

Kami pernah memperdebatkan tentang itu pada saat masih bersama. Dan sekarang tiba-tiba dia mengeluarkan kalimat konyol itu yang membuatku sakit perut akibat tertawa.

"Aku serius, Pris." Dari suaranya, dia tidak terdengar sedang bercanda. Selama ini aku juga mengenal sosoknya tidak terlalu suka bercanda dan tidak bisa membuat lelucon.

"Kenapa?" Setelah mengucapkannya, aku menepuk kening. "Maksudku, kenapa tiba-tiba kepikiran begitu?"

"Karena ternyata, kamu yang terbaik."

Aku mau tertawa lagi, tapi kutahan. Takut kalau Radit tersinggung. Leo satu itu cukup sensitif.

Sebenarnya, selama ini aku masih berkomunikasi dengan Radit, walau tidak intens. Dia masih sering membalas cerita yang kubagikan melalui akun media sosial. Atau terkadang dia meneleponku hanya untuk sekedar menceritakan keluh kesah keadaannya di Batam yang masih dalam proses adaptasi.

Saat kami masih pacaran, kami pernah berjauhan sewaktu dia bekerja di Malaysia selama satu tahun.

Anehnya, di saat orang-orang mengeluh tentang hubungan jarak jauh yang katanya membuat komunikasi menjadi tidak baik, tapi justru hubunganku dengan Radit menjadi semakin baik saat berjauhan hingga dia kembali lagi ke Jakarta.

Mungkin karena aku dan Radit memiliki beberapa persamaan dalam soal hubungan. Salah satunya adalah, sama-sama pernah dihancurkan oleh cinta pertama.

Kemudian kami dipertemukan di waktu yang tepat. Di waktu kami sudah berhasil pulih dari luka sebelumnya. Di waktu kami sedang berproses menjadi versi lebih baik. Sehingga hubunganku benar-benar jauh dari kata 'toxic' yang kualami bersama Arlo, sebelumnya.

Pondasi terkuat kami adalah percaya. 

Aku dan Radit tidak pernah memeriksa ponsel satu sama lain, seperti yang dilakukan banyak temanku, juga sama seperti yang dilakukan oleh Safira saat masih pacaran, dulu.

Menurutku, setiap orang memiliki privacy masing-masing. Jika pasanganku tidak dapat menghargai privacy-ku, juga sebaliknya ... maka sudah dapat dipastikan hubungan itu jauh dari kata 'sehat'.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang