"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi."
.
.
.
Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Harvey : 🚫pesan dihapus ☎️panggilan tak terjawab ☎️panggilan tak terjawab 🚫pesan dihapus 🚫pesan dihapus
Prisa : Ya ampun, Harv Maaf semalam aku ketiduran, hapenya mati
Harvey : Ketiduran? Kamu baru bales chat aku 10 menit sebelumnya, Pris
Prisa : Namanya juga orang ketiduran, Harv
Harvey : Susah banget cuma mau ngucapin ulang tahun aja
Prisa : Maaf, Harv
Hampir seharian Harvey tidak membalas chat terakhirku. Rasanya aku kehilangan semangat hari ini.
Memang aku benci ulang tahunku. Biasanya aku menghabiskan waktu untuk tidur seharian sampai hari berikutnya.
Tapi sejak mengenal Radit, dia membuat aku menyukai hari ulang tahunku. Karena Radit biasanya akan mengajakku makan di tempat yang lucu, romantis, atau hanya sekedar makan makanan kesukaanku. Tanpa hadiah berupa barang, aku udah cukup senang.
Ulang tahun kali ini tanpa Radit dan bertengkar dengan Harvey.
Ralat—aku tidak merasa bertengkar. Hanya saja dia yang marah karena semalam aku ketiduran.
Emangnya salah ya kalau aku ketiduran? Lagi pula, aku tidak berekspektasi Harvey akan mengucapkan tepat di jam 12 malam. Harusnya dia sudah tidur kan?
Dua hari lalu, Harvey sudah sepakat untuk makan bersamaku di hari ini. Aku tetap datang ke restoran yang sudah direservasi walaupun ada rasa khawatir dia tidak akan datang.
Aku tiba sekitar pukul setengah tujuh malam, karena Jakarta cukup padat hari ini. Restoran pun ramai orang-orang yang berbuka puasa bersama.
Untung saja sudah reservasi.
Kupesan minum dan makanan pendamping lebih dulu untuk membatalkan puasaku, sambil menunggu sosok yang kemungkinan besar tidak datang.
10 menit
15 menit
20 menit
"Oke! Kalau sampai jam delapan, dia nggak datang. Aku bakal pulang dan ... it's over," ucapku dalam hati sambil memejamkan mata dan menarik napas pelan.
Aroma parfum ini ...
Harvey?
"Sori nunggu lama."
Seketika aku langsung membuka mata dan melihat sosok Harvey sudah duduk di hadapanku dengan wajah yang ditekuk. Ada guratan kesal di sana, dan tatapannya yang menghindari mataku.
"It's ok. Mau pesan sekarang?"
"Belum pesan?"
"Udah sih, cuma ocha hangat sama gyoza."
"Oh, ok."
Setelah memesan 2 porsi ramen untuk kami berdua, aku mencoba untuk mengajak Harvey mengobrol.