"Ibu Prisa Mikayla!"
Bolehkan aku pingsan saja sekarang?
Ini seperti mimpi buruk.
Dengan kaki gemetar, aku jalan mengikuti perawat masuk ke dalam ruangan Dr. Clara Sp.OG.
Napasku tercekat sewaktu melihat ada banyak alat asing di dalam ruangan. Salah satunya benda panjang yang kutakutkan beberapa menit lalu. Benda itu ada di samping monitor kecil.
"Selamat malam, Dok."
"Selamat malam, Ibu Prisa." Dokter perempuan yang kelihatannya masih sekitar 30 tahunan bernama Clara itu tersenyum simpul. Senyumnya seperti sedikit memaksa, sih kalau kulihat. "Tadi sudah test pack dan hasilnya negatif ya?"
Aku mengangguk.
"Kalau Saya lihat dari catatannya, ada banyak kemungkinan ya, Ibu. Baiknya kita coba USG Transvaginal ya agar tidak menebak-nebak."
"USG transvaginal?"
Dokter Clara mengangguk. "Sudah menikah atau berhubungan seksual?" Pertanyaan yang sama yang ditanyakan secara bersamaan. Aku mengangguk lagi. Maksudnya sih untuk pertanyaan yang ke dua. "Silakan."
Hah? Silakan?
Sekarang banget?
Perawat yang tadi di Nurse Station mengarahkanku untuk ke berbaring di ranjang serta memintaku untuk melepaskan celana dalamku.
"Nggak perlu malu, Mom. Santai aja. Kita kan, sama-sama perempuan," kata perawat itu sambil menutupi bagian bawahku pakai selimut. "Nanti kalau melahirkan malah yang lihat lebih banyak."
Melahirkan?
Membayangkan rasa sakit melahirkan membuat kepalaku sakit lagi.
Rasanya tidak siap memperlihatkan kemaluanku pada banyak orang di ruang operasi.
Suara pintu di ketuk, tepat pada saat dokter Clara memintaku tahan napas ketika benda yang kutakutkan itu dimasukkan perlahan ke dalam kemaluanku.
Ternyata tidak se-menyeramkan dan se-sakit yang kubayangkan, karena sudah diberi pelindung serta banyak gel pelumas.
"Silakan duduk, Pak."
Aku melotot dan nyaris menjerit sewaktu menoleh dan melihat Harvey duduk di dalam ruangan. Matanya memicing ke arah monitor yang cukup jauh dari tempatnya duduk.
Dia ngapain di sini?
"Nggak ada janin ya, Bu." Dokter Clara memutar benda di dalam kemaluanku.
Terdengar helaan napas lega. Itu Harvey. Aku juga sedikit lega mendengarnya.
Benda yang menurut google bernama transduser itu menghasilkan gambar ke dalam monitor di samping ranjang serta televisi 32 inch di depanku.
Warnanya hitam putih, ada sedikit kebiruan. Tapi sama sekali tidak membuatku paham apa yang harus kulihat di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
ChickLit"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...