Setelah dapat pengakuan, lalu apa?
Setelah jelas status hubungan ini, lalu apa?
Aku hampir tidak bisa tidur nyenyak meskipun dipeluk Harvey semalaman.
Kepalaku rasanya gatal banget memikirkan banyak hal yang seharusnya tidak perlu kupikirkan sekarang. Tapi mungkin juga karena ketombe, aku kurang cocok pakai shampo milik Harvey.
Aku terus bertanya pada diri sendiri tentang apa yang kuinginkan setelah ini?
Aku ini rumit. Harusnya sekarang aku cukup menikmati saja yang ada, toh apa yang kuinginkan tentang kejelasan status selama ini akhirnya sudah terjawab.
Kenapa harus pusing? Karena aku memang memusingkan.
Batas yang ada di antaraku dan Harvey sudah begitu jela. Apa lagi yang kuharapkan selanjutnya setelah dijadikan pacar oleh laki-laki yang memikul banyak tanggung jawab besar untuk keluarganya?
"Pris." Suara serak Harvey membuatku mengerjap. Kuusap tangannya yang sejak semalam memeluk pinggangku.
"Hm?"
"Kamu mikirin apa?"
Kok dia bisa tahu kalau aku sedang berpikir?
"Enggak ada."
"Mau ina-inu nggak?"
Aku terkekeh dan dia juga terkekeh dengan matanya yang masih menutup. "Tapi aku ngantuk banget," lanjutnya. Dan tak lama setelahnya terdengar suara dengkuran lelah yang keras dari mulutnya yang terbuka sedikit.
Kutepuk-tepuk punggung tangannya seperti menepuk pantat bayi yang terbangun dari tidurnya.
Aku bangun pelan-pelan, kebelet pipis. AC di kamar ini beneran dingin banget. Yang kemarin itu terasa panas karena efek alkohol beneran, bukan AC yang belum di service seperti kata Harvey.
Sehabis buang air kecil, aku mengetuk layar ponsel Harvey dua kali untuk melihat jam, karena saat itu yang paling dekat denganku adalah ponselnya Harvey.
Ternyata masih pagi. Pukul 03.12.
Kami memang tidur lebih cepat dari biasanya, sekitar pukul 23.20. Aku terbangun beberapa kali karena pusing sendiri dengan isi kepalaku.
Di layar ponselnya ada banyak notifikasi. 3 pesan whatsapp dari 'Sister', 2 panggilan tak terjawab dari 'My Mom', dan beberapa notifikasi dari beberapa aplikasi lainnya yang sebenarnya membuatku penasaran tapi percuma saja tidak bisa kuintip juga.
Lagi pula, itu privacy Harvey kok. Aku tidak suka ketika seseorang mengusik privacyku, maka sebisa mungkin aku juga tidak kepo dengan privacy orang lain.
Kok bisa kebetulan ya? Aku memikirkan soal keluarganya Harvey, dan tiba-tiba melihat notifikasi chat dari saudara perempuan dan ibunya.
Kadang aku membenci sesuatu yang serba kebetulan. Tapi nyatanya sesuatu yang kita benci biasanya akan mendekat lebih sering.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
ChickLit"Ini bukan hanya tentang aku dan dia. Tapi tentang apa yang dia yakini dan apa yang aku takuti. Tentang batas yang tidak mungkin kami langkahi." . . . Sebagai perempuan Indonesia yang sudah memasuki fase quarter life crisis, tuntutan menikah sudah s...