59 || Masih Masalah Yang Sama

70 16 0
                                    

"Kamu mau ini nggak?" Harvey menunjukkan foto sneakers di layar komputernya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu mau ini nggak?" Harvey menunjukkan foto sneakers di layar komputernya. "Aku kadoin ini aja ya ultahmu nanti?"

"Enggak ah, aku nggak mau sepatu. Nggak usah kasih kado lah. Kita makan bareng aja nanti. Bukber gitu."

Dia mendengkus. "Ini bagus loh. Kolaborasi sama seniman Jepang."

"Aku nggak bisa ngerawat sepatu, Harv. Kamu tau sendiri sepatu tempurku kayak apa. Padahal dapetinnya susah payah sampe ke Singapura."

"Makanya, aku beliin sepatu ini supaya kamu belajar apik. Mau ya? Cocok banget pasti dipakai kamu."

"Sayang ah, Harv. Seriusan jangan ya."

Dia menghela napas kecewa. Mengambil bantal, meletakkannya ke atas kedua pahaku, kemudian dia berbaring sambil bermain ponsel.

"Yah... jangan lag—astaga!"

"Kenapa?"

"Liat nih, freeze lagi layarnya." Kuperlihatkan layar ponselku yang mendadak freeze dan tidak bisa disentuh sama sekali, bahkan untuk dimatikan pun sulit.

"Disuruh service nggak mau."

"Mahal loh."

"Ganti hape aja deh, Pris. Aku beliin ya?"

"Yang ada bobanya lima," gurauku.

"Kalau mau boba yang banyak beli chatime, bukan hape."

Karena ponselku tidak bisa dipergunakaan untuk saat ini, dan Harvey sibuk dengan ponselnya. Maka aku bosan banget tidak melakukan apa pun.

Akhirnya, kumainkan saja rambutnya Harvey. Kubuat kepangan pada rambutnya, dan dia diam saja. Biasanya akan mengomel setiap kali kumainkan rambutnya.

Kayaknya kali ini dia rela mengalah karena tau betapa bosannya aku tanpa ponsel.

"Yang bobanya dua aja ya? Kalau mau yang kayak punyaku, tapi second."

"Haha, aku bercanda doang ih. Lagi pula, nanti ternyata bawa penyakit gimana?"

"Cari second yang masih bagus. Cari yang baterai health nya masih 90%."

"Sayang ah, mahal."

"Kamu tuh ya, service hape mahal, beli hape mahal. Pakai aja telepon umum."

Dia bangkit dan berjalan keluar kamar.

Cukup lama, sampai akhirnya kembali bersama Kina yand digendong sambil ditepuk pantatnya dan kucing itu hanya pasrah.

Harvey yang awalnya tidak suka kucing, belakangan ini mulai perhatian. Sampai dia membeli makanan kucing beberapa kantong untuk stock.

Awal kenal, dia bilang kalau pelihara kucing itu tidak seru. Tidak se-asik memelihata anjing.

Dia bahkan pernah menyuruhku untuk membuang semua kucing peliharaanku di rumah, karena menurutnya tidak berguna. Walaupin itu hanya bercanda, tapi aku sempat kesal padanya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang