30

33 2 0
                                    

Taeyeon menatap Eunbi dengan ekspresi bingung. Ia paham kalau Eunbi sedang bercanda, tapi candaannya selalu next level bahkan membahayakan dirinya sendiri.

Wanita itu meringis pelan, "Berhenti bercanda, aku sudah lelah jadi cepat selesaikan ini."

Dengan sihirnya, Taeyeon membuat helaian rambut Eunbi terbang menujunya dan mendarat di tangan Taeyeon. Sesaat kemudian, helaian rambut itu ia hilangkan.

Senyum Eunbi mengembang, "Berhasil."

"Cepat sekali kau menghilangkan emosiku," ucap Taeyeon melipat kedua tangannya di depan dada, menyadari Eunbi melakukan sesuatu pada emosinya. "Sejak kapan kau bisa melakukannya?"

"Entah, aku hanya berlatih seperti sekarang ini."

"Latihan yang aneh."

Eunbi mengerutkan dahinya, sebal dengan respon Taeyeon. "Meredakan emosi kakak itu susah, butuh tenaga besar untuk melakukannya."

"Terserah." Taeyeon menghela napasnya. Merasakan emosinya yang menurun membuat keseriusannya juga ikut menghilang. "Tapi, jangan lakukan ini lagi."

"Kenapa?"

"Sihir buatanmu ini belum sempurna, aku belum bisa kembali fokus pada permasalahan ini."

Padahal rencananya emang begitu... pikir Eunbi mendengus pelan.

Taeyeon mengubah posisi tangannya menjadi berkacak pinggang, "Sekarang jelaskan apa yang kau lakukan disana."

Eunbi mengatupkan bibirnya sesaat sambil mengarahkan pikirannya kembali ke memori beberapa hari lalu.

"Sekitar 100 tahun lalu, aku dan Kak Irene diberitahu pengadilanㅡmereka membuat kelompok khusus dan memasang pelindung di sekitar bunga itu setelah memperkirakan kalau kakak berpotensi menyerang bunga itu. Aku masih ingat, jadi aku masuk ke dalam sana untuk mengeceknya."

Eunbi menjeda ucapannya ketika menyadari perubahan emosi Taeyeon sehingga ia berubah menahan sambil melanjutkan penjelasannya.

"Ternyata ada benarnya pengadilan memasang pelindung itu. Sayangnya, aku atau Kak Irene tidak bisa mengawasinya secara langsung. Bahkan saat aku menemukannya, pelindungnya sudah lemahnya dan harus di ganti. Hanya itu."

"Jadi, selama ini aku di awasi?"

"Tidak juga, mereka hanya mengawasi pelindungnya," jawab Eunbi menggeleng pelan. "Itu sebabnya mereka mengirim surat ke Magia Unica dan aku pergi ke sana sebentar untuk bertanya."

Merasa ada kejanggalan pada kata-kata Eunbi, Taeyeon mengernyit bingung. "Pergi ke pengadilan butuh waktu berhari-hari, bagaiamana kau bisa kesana dengan cepat?"

Jarak antara Magia Unica dengan gerbang dunia sihir membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Gerbang sihir berada di pinggir dunia, sementara pengadilan ada di area pusatnya.

Jika digabungkan dengan istirahat, mereka membutuhkan 2 atau 3 hari untuk sampai disana. Mustahil bagi Eunbi untuk biaa sampai di pengadilan bahkan menggunakan sihir sekalipun.

"Kakak ingat Hyewon? Dia membuat pintu yang menghubungkan pusat Hye-fe ke cabangnya yang lain, jadi aku sekalian membantunya sebagai kelinci percobaan."

"Oh, ilmuan gila itu... Bagaimana perkembangannya?"

"Semua aman dan dia berhasil!" jawab Eunbi yang entah kenapa merasa senang mengingat bagaimana dirinya menjadi salah satu dari 10 orang pertama yang berhasil pergi dan kembali dengan selamat.

Taeyeon mengangguk dan menurunkan tangannya. "Oke. Sekarang bereskan tempat ini lalu siapkan barang-barang."

Eunbi memasukan kedua tangan ke dalam saku bajunya, memandang sang kakak yang berjalan menuju pintu ruangan.

"Kak."

"Apa?"

"Kesimpulannya adalah atur emosi kakak," ujar Eunbi membuat Taeyeon mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. "Kita tidak terancam seperti dulu lagi, tidak semuanya tahu tentang bunga itu, yang tersisa adalah bagaimana kita bisa menyelesaikan kutukan itu dan mengubah mereka kembali menjadi manusia."

Taeyeon mengeratkan pegangannya pada gagang pintu. Perkataan Eunbi lagi-lahi menampar dirinya.

"Semua tugas sudah dibagikan Kak Irene. Joy dan Yunhyeong sementara menjadi mengganti kami berdua," lanjut Eunbi mengubah intonasinya, kali ini terdengar lebih halus dan tenang. "Kita fokus pergi dan menyelesaikan semuanya di pengadilan, bagaimana?"

Eunbi dapat mendengar Taeyeon mendecak seakan wanita itu tahu sihir buatannya sedang ia keluarkan katena pembicaraan mereka sudah selesai.

"Terserah," jawab Taeyeon lalu membuka pintu dan keluar dari ruangan.

Tak lupa ia membanting keras pintu tersebut sebagai penutup percakapan mereka.

"Hah... Astaga..." Eunbi melemaskan kedua kakinya dan berjongkok. Ia menahan dahinya dengan tangan kanannya. "Susah sekali mengendalikan emosinya..."

Magia UnicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang