70

19 2 2
                                    

Mendengarnya saja sudah membuat Taeyeon membeku. Pandangannya kosong menatap tanah yang ada di bawah bunga itu. Tidak peduli dengan arus cahaya melintas di depannya.

"Bagaimana kau tahu kalau itu sebuah tanda?" tanya Irene lagi. Dia heran mengapa Eunbi bisa berpikir seperti itu, seakan adiknya sudah mengetahui semuanya.

Sayangnya, kemampuan Eunbi tidak sehebat penyihir-penyihir besar yang dapat memprediksi masa depan. Kebetulan, ada sesuatu yang membantunya untuk mendapatkan petunjuk dan menghasilkan solusi.

"Selama aku disini, aku membuat beberapa sihir. Salah satunya adalah mengontrol perasaan atau emosi siapapun. Jadi, kita dapat merasakan apa yang dirasakan target dan langsung mengatur perasaannya sesuai yang kita mau, entah itu marah, sedih, atau senang. Itu pun kalau kita memang ingin mengendalikannya," jelas Eunbi menekankan kata terakhirnya, sambil berdiri dan berputar ke belakangㅡmemandang Eugene, Taeyoung, dan Irene bergantian. "Sihir ini belum sempurna, tapi aku sudah melakukan percobaan selama 3 kali pada Kak Taeyeon. Sejak saat itu, aku mulai bisa merasakan perubahan emosinya. Kali ini aku tidak melakukan apapun, energi dari emosi Kak Taeyeon terlalu kuat untuk dikendalikan."

Eunbi menjeda ucapannya dengan melirik Taeyeon yang masih tidak ingin menoleh, entah apa yang membuatnya tetap ada diposisi seperti itu. Sesaat kemudian, ia kembali membuka suara, "Kali ini, ketika perasaan Kak Taeyeon sedikit melunak, yang menurutku, Kak Taeyeon seperti dalam proses menerima apa yang terjadi. Disaat yang sama, bunga-bunga itu menunjukan reaksi. Sepertinya mereka sudah mendapatkan kesempatan untuk mendekati Kak Taeyeon walaupun masih dalam bentuk bunga."

Irene berdehem, mengangguk kecil mulai mengerti. "Dugaanmu lumayan juga."

"Itu bukan dugaan saja, Irene," sahut Eugene menoleh pada cucu keduanya itu. Ucapannya membuat Taeyeon yang masih membenamkan wajahnya reflek mengerutkan dahi. Tanpa sadar air matanya keluar dan jatuh bertemu dengan tanah dibawahnya.

"Eunbi benar. Semuanya tergantung perasaan Taeyeon. Kita sudah menemukan cara yang tepat untuk membuka kutukan itu, hal terakhir yang kita butuhkan adalah perasaannya," lanjut Eugene lagi sambil memandang Taeyeon. Ia melangkah mendekatinya dan kembali mengatakan sesuatu yang sebelumnya tertahan. "Kita harus memberitahu yang lain, Taeyeon. Ini berhubungan dengan kehidupan mereka. Kau tidak bisa menahan ini selamanya."

Tepat saat itu pula mereka dapat mendengar isakkan tangis. Eunbi dan Irene tertegun bersamaan, teringat pada salah satu memori mereka yaitu ketika Taeyeon menangis pada hari pertama mereka mengetahui kutukannya. Atmosfer yang Taeyeon berikan sama persis seperti hari itu.

Tapi, Eunbi yang bisa merasakan perasaan kakaknya itu lebih mengerti perbedaannya. Rasa sesak membuat Eunbi reflek memegang dadanya. Bagaimana Kak Taeyeon bisa menahan ini semua sendirian?

Tiba-tiba, Taeyeon berdiri dengan sisa tenaganya, tidak bisa mengangkat kepala setelah keberaniannya menghilang. Ia dapat merasakan tatapan iba yang justru terasa mengintimidasi. Dia terus melangkah melewati mereka dan mempercepat temponya. Taeyeon bahkan menghiraukan panggilan Eugene, ia hanya ingin keluar dari tempat yang menyesakan itu.

Taeyeon membutuhkan udara segar. Jadi, ia memutuskan untuk berbelok dan menaiki tangga menuju rooftop. Selama berjalan di lorong yang kosong, Taeyeon dengan mudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menangis secara leluasa. Rasa bersalah, kesal, ingin menyangkal, legaㅡbanyak hal bercampur menjadi satu.

Brak!

Taeyeon membuka pintu dan mendongakan kepalanya. Mata wanita itu langsung melemas, ia menyesali keputusannya pergi ke rooftop. Pemandangannya bukan tempat kosong dengan langit gelap. Tapi, seluruh pekerja Magia Unica yang menoleh ke belakang dengan tatapan bingung serta terkejut.

Sedetik kemudian, tangisan Taeyeon pecah kembali. Kedua kakinya menekuk sehingga tangan kirinya menahan tubuh agar tidak langsung jatuh ke lantai. Malam ini entah kenapa berjalan lebih lama dan berat dari biasanya. Salah satu alasan mengapa Taeyeon keluar adalah mengulur waktu untuk memberitahu semuanya. Tapi, tetap saja, rahasia tidak selamanya bisa dipendam sendirian, walau menggunakan sihir sekalipun.

"Maafkan aku..." lirih Taeyeon pelan, menutup wajahnya yang sudah memerah. Sayangnya, permohonan maaf itu tidak sampai di telinga mereka karena jarak yang terlalu jauh.

Ia dapat mendengar berbagai macam kata mulai keluar dari mulut para pekerjanya. Ada yang kaget, menyerukan namanya, meminta untuk mengambilkan tisu, dan lainnya. Taeyeon tidak peduli dengan banyaknya langkah kaki dan suara yang memenuhi telinganya. Ia tidak melihat apa yang terjadi di sekitarnya, tapi wanita itu dapat merasakan mereka masih ada disisinya.

"Maafkan aku..."

Magia UnicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang