9

47 5 0
                                    

Laki-laki itu.

Namanya Lee Rubin.

Manusia biasa yang penuh masalah.

Dirinya terpaksa harus di drop out dari kampusnya karna jarang masuk kelas, sering berkelahi, hingga banyak mendapatkan surat peringatan

Dan belum lama ini menyembunyikan fakta yang tidak pernah diketahui semua orang.

Tentu saja, Rubin memiliki alasan di balik sebutan 'Anak Nakal' yang melekat padanya.

Pertama, karna ayahnya.

Kedua, karna adik tirinya.

Dua hal itu membuat Rubin tidak bisa menjadi manusia yang baik.

Sejak ayahnya menikah dengan wanita lain dan bertemu dengan adik tirinya, Rubin selalu dibanding-bandingkan dengan anak orang lain.

Memang Rubin banyak mendengar tentang kasus anak broken home atau anak yang tidak dipedulikan oleh orang tuanya, jadi ia mencoba untuk menghiraukannya.

Tapi, Rubin juga punya hati. Ia tidak bisa terus-terusan mendengar ayahnya membandingkan dirinya dengan adik tirinya, Lee Jinwoo.

Ia juga iri pada laki-laki yang lebih muda 3 tahun darinya itu, karena selalu mendapat pujian dari sang ayah. Bahkan lebih banyak mendapat perhatian setelah ibu tirinya tiada.

Selama bertahun-tahun, Rubin menahan amarahnya untuk tidak menyakiti atau melampiaskannya pada Jinwoo.

Selain karna Jinwoo yang tidak melakukan kesalahan, Rubin juga malas mendengar perkataan kasar ayahnya jika telah menyakiti 'anak kesayangan'-nya.

Di hari dimana Jinwoo tewas, terjadi perdebatan antara Rubin dan ayahnya.

Anehnya, ada Jinwoo disana. Rubin tahu kalau orang itu biasanya pergi keluar jika mereka sedang berdebat tapi sekarang dia ada di samping ayahnya, serta membela pria itu.

Karena emosi yang memuncak, Rubin memberontak dan melempar barang apapun yang ada di sekitarnya.

Dan setelah ia sadar dengan apa yang ia lakukan, Rubin langsung berlari keluar rumah. Ia ingin menjaga sisi kemanusiaannya dan tidak ingin menghancurkan rumah, termasuk orang yang ada di dalamnya.

Sayangnya, kesendiriannya itu tidak bertahan lama.

Jinwoo menyusulinya.

Tapi, Rubin tidak peduli walau ia berkali-kali mendengar panggilan namanya dan terus fokus pada pemandangan bukit di sekitarnya.

Sampai akhirnya mereka sampqi di tengah trotoar jembatan, Jinwoo emosi telah dihiraukan langsung berlari dan memukul Rubin dari belakang.

"APAAN, SIH?!" Seru Rubin kaget dan langsung menoleh ke belakang.

Kekesalannya semakin memuncak hanya dengan melihat muka Jinwoo yang memandanginnya dengan tatapan tajam.

Jinwoo langsung melontarkan kata-kata menusuk (tapi realistis) seakan menggoda emosi Rubin untuk keluar dari persembunyiannya.

Dan dia berhasil.

Rubin yang muak langsung memukul dan mendorong Jinwoo ke pembatas jembatan.

Melihat Jinwoo yang mencoba untuk berdiri tegak, Rubin kembali memukulnya berulang kali hingga memunculkan luka dan memar di wajah sang adik.

Laki-laki itu melepas kerahnya membuat Jinwoo yang sudah lemas itu tersungkur ke bawah, lalu melangkah mundur. Ia berusaha mengatur napasnya yang berantakan setelah mengeluarkan emosinya.

"Lo kira... Bisa kabur... Setelah... Ngelakuin ini..." Lirih Jinwoo mencoba membangunkan dirinya dan reflek memegang lengannya yang terasa sakit.

Merasa tidak adil, Rubin membalas perkataan adiknya tersebut. "Ayah yang mulai!"

"Tapi, lo ngebalas terus..." Jinwoo yang sudah sepenuhnya berdiri pun menyadarkan dirinya di pembatas jembatan yang hanya setinggi pinggulnya. "Lo tahu, kan... Tugas lo... Cuma belajar... Kenapa enggak dilakuin juga?"

Mendengar sindiran menusuk itu, rasa kesal dan malu bercampur menjadi satu. Rubin melangkah cepat menuju ke depan Jinwoo dan kembali memegang kerah bajunya. "MAKSUD LO APA?!"

"Malu, ya?" Tanya Jinwoo terkekeh.

"ENGGAK, BRENGSEK!!"

Bohong. Rubin benar-benar malu saat ini setelah Jinwoo membawa kata 'belajar' di depannya.

Emosinya juga terus terpancing mendengar adiknya yang terlihat tidak takut padanya.

Saking marahnya, ia terbawa suasana dan lupa bahwa jembatan adalah salah satu lokasi yang bagus untuk menjadi jembatan menuju ke 'atas'.

"Gue bisa bikin lo nyesel karna udah bikin ayah luka. Gue bisa bikin lo balik, karna gue juga udah capek... Tapi, sayang kalau enggak ngelakuin ini," Ucap Jinwoo dengan tatapan sayu-nya membuat Rubin mengerutkan dahinya bingung. "Lo kira gue enggak tahu soal kasus pembunuh salah sasaran, yang ternyata itu elo?"

Rubin membulatkan matanya kaget, Hah?!

Tanpa mengatakan apapun lagi, Jinwoo mendorong Rubin menuju ke tengah jembatan.

Sementara, Jinwoo sendiri yang kehilangan keseimbangan pun terdorong ke belakang hingga melewati pembatas jembatan.

Jinwoo jatuh ke sungai.

Hah?! Rubin yang menyaksikan itu kembali kaget. Ia tidak mempedulikan siku tangan kanannya yang berdarah dan membangunkan dirinya, lalu berjalan cepat menuju ke pembatas jembatan.

Laki-laki itu mengintip ke bawah, terlihat bagaimana arus sungai yang lumayan tinggi dan derasㅡia yakin Jinwoo tidak mungkin selamat dari sana. Rubin juga tahu kalau adiknya itu tidak bisa berenang.

Jadi, dia bunuh diri?

"Pfft."

Suara tawa terdengar dari mulut Rubin.

"LO KIRA LO BISA PERGI KAYAK GINI, LEE JINWOO?!"

Rubin tertawa seperti orang yang baru saja keluar dari penderitaan.

"KENAPA LO ENGGAK PERGI SEJAK AWAL KAYAK IBU LO, SIALAN?!!"

Magia UnicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang