Ara bersiap-siap sembunyi di tempat yang aman agar tak terlihat. Adinda senang-senang saja karena ia merasa sudah bosan di sekolah ini sendirian.
"Hmm... Bagus deh segara pulang! Ngantuk estetik gue di sini lama-lama!" pikir Adinda sambil perlahan menuruni satu-persatu tangga.
Di tengah-tengah tangga, Ara mulai menyunggingkan senyuman nya karena merasa kalau ini akan berhasil. Namun, semua tak berjalan sesuai rencana, Amel juga kebetulan lewat dan berpapasan dengan Adinda.
Adinda asalnya cuek-cuek saja melihat Amel, tapi Amel merespon Adinda. "Heh... Bisa nggak sih Lo nggak udah ikut campur urusan gue?!" tanyanya.
Adinda memutar bola matanya jengah, "bukannya gue ikut campur... Tapi gue nggak suka aja Lo salah gunain kekuasaan orang tua Lo itu! Dan kenapa Lo selalu ganggu orang yang lebih lemah daripada Lo sih? Nggak ada kerjaan apa gabut sih?"
"Ya terserah gue lah... Ini hidup gue dan Lo nggak berhak atur-atur gue!"
"Ya terserah Lo aja deh... Emang ini hidup Lo kok, gue juga nggak maksa, "
Adinda hendak melangkah turun, tapi Amel menahan tangannya. "Kok Lo nyolot banget sih jadi orang?!
Adinda menghela nafas. "Huh... Bukan gue yang nyolot, tapi Lo yang baperan! Ini 2022 ya, off baperan sayang!"
Amel semakin kesal, ia menarik kerah baju Adinda namun Adinda menghempaskan tangan Amel, dan...
"Ahhh...."
"Amel!"
Bug... Bug... Bug...
Bruaakkk...
Amel terpeleset dan jatuh ke bawah, Adinda baru saja ingin menarik tangan Amel agar tak jatuh, naas, gaya gravitasi lebih dulu menarik tubuh Amel ke bawah.
"Adinda?!"
Tiba-tiba Ben ada di bawah dan terkejut, karena tiba-tiba Amel berhenti di kakinya. Ben langsung membalik badan Amel, Adinda masih bengong dan terkejut atas kejadian ini.
"Din tolong Din! Buruan turun!" teriak Ben yang panik.
"Hah iya?!"
Adinda berniat segera turun, namun kakinya tergelincir. Untung tangannya segera menyahut pegangan tangga hingga tubuhnya tertahan, namun kakinya seperti terkilir.
Ben hendak berlari menolong Adinda, namun Ara lebih dulu berlari untuk menolong Adinda yang terjatuh. "Din! Kamu nggak papa? Ayo aku bantu!" kata Ara sambil mencoba membantu Adinda turun kebawah.
Ben segera menelfon ambulans. Amel segera di bawa ke rumah sakit untuk di tangani, Ben takut kalau ada benturan di kepala Amel. Tentu keluarga Amel tak akan diam.
(◕ᴥ◕)
Di rumah sakit
Adinda baru saja diperiksa oleh dokter, tangannya terkilir dan kakinya mengalami sedikit keretakan. Ia masih duduk di kursi tunggu dengan keadaan yang syok.
"Din... Adinda, Lo bisa denger gue nggak?" tanya Ben yang saat ini duduk disebelah Adinda.
Mata Adinda berkaca-kaca, "ay... Gue nggak ngapa-ngapain. Gue nggak ngapa-ngapain, Amel gimana? Apa dia baik-baik aja?"
Ben merangkul Adinda yang masih begitu syok dengan keadaan ini. "Sshhh... Sudahlah, semua pasti akan baik-baik saja!" Ben berusaha menenangkan Adinda.
Sementara di sisi lain. Ara sedang berdiri melihat pemandangan dari lantai 3 rumah sakit itu, tangan kanannya memegangi ponselnya di telinganya.
"Bagaimana? Kau sudah membersihkan itu?"
"Udah Ra... Gak bakal ada yang tau kalo sebelumnya ada pelicin lantai di situ..."
"Oke, kerja bagus!"
"Tapi Amel gimana Ra? Gimana kalo dia kenapa-kenapa?"
"Diem! Lo cuma perlu diem aja, kalo ada sepatah katapun yang keluar dari mulu Lo, siap-siap Lo di keluarkan secara tidak hormat dari sekolah. Dan bokap Lo bakal di pecat dari perusahaan papa gue!"
"I-iya Ra, jangan keluarin gue Ra, gue masih mau sekolah. Dan jangan pecat bokao gue!"
"Oke, itu semua tergantung mulut Lo!"
Ara mematikan telpon nya, ia senang melihat Adinda seperti ini. Ia memikirkan situasi yang saat ini ada di kuat bayangannya.
"Siapa yang tau? Awalnya gue mau celakain Adinda, malah kena Amel juga. Tapi kalo di pikir-pikir, ini menguntungkan juga. Adinda bisa di keluarkan dari sekolah tanpa harus mengotor-ngotori tangan gue. Dan. Ben pasti jadi milik gue sepenuhnya!" pikir Ara.
Ara memutar otaknya untuk memanfaatkan situasi ini, saat ini pikiran Ara kacau karena buta cinta, atau lebih tepatnya obsesi untuk memiliki Ben.
"Oh iya, aku harus berpura-pura menjadi saksi. Siapa yang tidak percaya padaku? Bahkan guru-guru di sekolah pasti lebih percaya padaku 100%. Aku bisa berungkali seolah-olah aku melihat semua kejadian nya. Lagi pula itu listrik sedang mati, tak ada CCTV yang hidup!"
Ara benar-benar menikmati situasi ini, seolah-olah tiap detik memang di ciptakan untuk kemenangan Ara atas Ben. Ia kembali menemui Ben dengan wajah polosnya.
Ara mendekati Ben. "Gimana keadaan Amel?" tanyanya.
"Masih nunggu hasil Rontgen dulu, "
Ara mengeluarkan air mata palsu nya agar terlihat sedih. "Din... Lo kenapa kayak gitu sih? Gue tau Lo selama ini nggak suka sama Amel, tapi kenapa harus nyelakain dia kayak gini sih?"
Adinda terlihat tertekan dengan kata-kata Ara. "Enggak-enggak! Gue nggak nyelakain dia! Amel jatuh Santos, gue nggak salah... Gue..." Adinda terbata-bata karena takut dan syok.
Tak lama Rafid, Kenan dan beberapa guru datang untuk menemukan mereka bertiga. Kenan tampak ngos-ngosan dan khawatir pada Adinda.
"Gimana keadaan Lo dek? Lo nggak kenapa-napa kan? Ben, Adinda kenapa?" tanya Kenan risau.
Para guru datang bertanya pada Ben. "Ben... Tolong kamu jelaskan semuanya! Apa yang sedang terjadi sebenarnya?"
Ben masih menenangkan Adinda. "Saya juga nggak tau pak, waktu saya datang, Amel sudah jatuh..."
"Ara, apa kamu juga ada ditempat kejadian?"
"Iya pak, saya saksinya..."
Adinda terkejut mendengar nya, dari awal ia sama sekali tak melihat Ara. "Bagaimana Ara bisa jadi saksi?" pikir Adinda.
"Besok, kalian harus ke sekolah! Ini bukan masalah sepele, ini menyangkut nyawa orang. Dan Amel itu bukan orang sembarangan!"
Ben geram sendiri karena melihat Adinda yang semakin ketakutan. "Pak tolong jangan bahas itu saat ini! Yang penting itu kepada para korban, bukan apa yang terjadi!"
Tiba-tiba orang tua Amel datang, ibu Amel langsung menjambak rambut Adinda kuat-kuat karena emosi. Sedangkan ayahnya terlihat mencoba tetap tenang.
"Dasar kamu gadis jahat!kamu iblis! Kenapa kamu celakai anak saya? Apa salah anak saya ke kamu?!" bentak ibu Amel.
"Ahhh.... Bukan aku, bukan aku!" bela Adinda yang rambutnya masih dijambak ibu Amel.
Semua orang berusaha melerai keduanya agar tak terjadi keributan di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush My Husband [TAMAT]
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Adinda Alethenia dijodohkan dengan crush nya sendiri. Ben Cameron adalah ketus OSIS di salah satu sekolah SMA Cemara. Laki-laki dengan ketampanan nya yang sungguh membuat hati para kaum hawa meleleh. Putra tunggal di k...