Ben berlari keluar mencari dimana Adinda, kebetulan ia melihatnya nya. Ben secepatnya menghentikan Adinda agar situasi tak memburuk.
"Adinda stop!!!"
Ben berlari dsn menarik Adinda hingga Adinda melepaskan cekikan nya. Ara jatuh terduduk lemas sambil memegangi lehernya yang sakit dan memerah.
Ben menahan Adinda dan menatap mata Adinda dalam-dalam, matanya begitu merah dan terlihat penuh amarah.
"Din sadar, Lo cuma memperburuk situasi dengan kayak gini! Gue mohon tahan amatan Lo!" Ben memohon dengan penuh kasih.
Adinda semakin marah melihat Ben memegangi kedua pundaknya, ia langsung menghempaskan tangan Ben kasar. "Lepasin gue! Lo gak pantes sentuh-sentuh gue! Lo itu siapa gue sih! Kenapa nggak bohong aja biar semua selesai!"
"Din bukannya gitu, tapi situasinya gak pas! Kalo gue bohong situasi makin buruk! Tolong denger penjelasan gue dulu, gue pasti buktiin kalo Lo nggak salah!" Ben memegangi pundak Adinda.
Adinda menepisnya. "Jangan sentuh gue! Gue gak buruk penjelasan Lo sekarang!"
"Din..."
Adinda mengangkat tangannya hendak menampar Ben, Ben tak menghindar dan hanya memejamkan matanya. Ara berteriak. "ADINDA!"
Adinda menhan tangannya tepat di depan wajah Ben. Ia meremas tangannya dan menahan emosi nya yang hanya sesaat itu. Ia menarik kembali tangannya dengan menghempaskan nya kebelakang.
"Hah, udahlah. Gak penting juga gue nampar lo! Gak ada gunanya!" Ucap Adinda dengan sinis namun terdengar miris.
Adinda berbalik dan pergi meninggalkan Ben begitu saja, Ben langsung ikut menyusul Adinda, tapi Adinda menghentikan nya. "Berhenti dan tinggalin gue sekarang atau Lo bakal nggak pernah ketemu gue lagi! Lucu ya, bertahun-tahun gue hidup, baru tau kalo dunia ini penuh kemunafikan! Termasuk Lo berdua!" Adinda langsung pergi dengan langkah cepatnya tanpa menengok lagi.
Seketika Ben menghentikan langkahnya, ia paham kalau Adinda saat ini sedang butuh waktu untuk sendiri. Sesegera mungkin Ben menghubungi Kenan, Dean, Gean, Lena, Diva dan Naya ahar menghibur Adinda jika Adinda bersama mereka.
Ben mengacak-acak rambutnya kesal. Ara mendekatinya dan bersikap begitu lembut. "Sabar ya Ben, gue tai kok perasaan Lo, gue lebih ngerti perasaan Lo di banding Adinda." Ara berusaha menaruh tangannya di pundak Ben.
Ben menepisnya. "Lo kenapa bilang kalo Adinda dorong Amel sih! Mau Lo apa!!! Adinda itu nggak mungkin dorong Amel, Amel itu jatuh sendiri!!" Ben membentak Ara karena kesal.
Ara terkejut dengan bentakan Ben, ia belum pernah melihat Ben semarah ini. "Ya tapi emang bener Adinda dorong Amel. Itu kenyataan nya, percaya deh sama gue!"
"GAK AKAN!!! Sampai kapanpun gue bakal tetep percaya sama ADINDA apapun yang terjadi! Dan gue bakal buktiin kalo dia nggak salah!" Tegas Ben.
Ara lama-lama semakin kesal. "Apa sih yang Lo lihat dari cewek kayak dia? Jelas-jelas gue lebih baik, gue lebih cantik, pinter, berkelas dan anak orang kaya; dia mah apa? Anak gak jelas!" Ara tak bisa lagi memendam isi hatinya.
Ben terkejut mendengar kata-kata Ara, selama ini ia mengira Ara itu lemah lembut. "Gara-gara omongan Lo gue jadi sadar, seburuk apapun Adinda, gue tetap lebih milik Adinda daripada Lo, kenapa? Walau dia gak se-sempurna Lo, tapi hidupnya nggak ada kemunafikan! Gak ada kata bermuka dua dalam hidupnya!" Ben menjatuhkan mental Ara dengan kata-kata nya yang terdengar mengejek.
Ara hanya terdiam mendengar jawaban Ben, ia benar-benar ingin memusnahkan Adinda dari bumi ini. "Lo buta apa gimana? Dia udah ninggalin Lo, sedangkan gue selalu ada buat Lo! Kenapa Lo nggak pernah mandang gue sih!"
"Hahaha... Jangan berpikir seolah-olah Lo itu cewek paling sempurna, kenapa? Sekali Adinda melangkah maju, Lo nggak ada apa-apa nya bagi dia! Dan gue berdoa, semoga setelah Adinda maju, Lo nggak terlalu jatuh kebawah!"
Ben berbalik dan hendak pergi, Ara masih terdiam tak percaya dengan semua penghinaan ini. "Ben! Gue bakal buktiin kalo Adinda nggak ada apa-apa nya dibanding gue! Dan Lo bakal nyesel nolak gue!" Teriak Ara.
Ben menghentikan langkahnya tanpa berbalik. "Tersedia Lo ngomong apa, dan juga sorry kalo tadi Adinda cekik Lo. Bersyukur aja karena Lo masih hidup! Dan juga jangan terlalu pancing Adinda, ia bisa lebih kejam dari siapapun saat udan mutusin bakal musuhin Lo!" Peringat Ben.
"Ben... Ben... BEN CAMERON!"
Ben tak lagi menggubris panggilan Ara, ia hanya pergi dengan wajah dingin meninggalkan Ara. Ia benar-benar paling malas saat meladeni gadis bermuka dua seperti Ara.
Ara menghentakkan kakinya kesal. "Lihat aja, gue bakal buat Adinda jadi siswa dengan reputasi paling jelek di sekolah ini." Ucap Ara.
(◕ᴥ◕)
Di jalan
Adinda berlari sekencang-kencangnya untuk meluapkan rasa amarahnya yang bergumul di dada. Ia memesan taksi dan pergi ke makan kedua orang tuanya. Ia menangis sejadi-jadinya di sana tanpa takut di ketahui siapapun.
Kenan yang mendengar kabar seperti itu pastinya terkejut apalagi saat ini Ayah mereka sedang sibuk di luar kota mengurus restoran, dan tentu saja Kenan berbohong pada sang Ayah kalau masalah Adinda dan Amel sudah selesai dengan damai. Kenan langsung membawa mobilnya ke semua tempat yang sering di kunjungi Adinda saat tau Adinda telah pergi dari sekolah. Tempat terakhir yang ia kunjungi adalah makam kedua orang tuanya.
Benar saja, ia melihat Adinda menangis di atas makam ibunya. Kenan merasa sesak seketika, ia merasa gagak menjalankan tugasnya sebagai kakak dan amanah dari ibu dan ayahnya untuk menjaga Adinda.
Kenan berjalan mendekat dan merangkul pundak Adinda dari samping. "Ngapain nangis di sini? Lo anggep gue apa? Gue juga bisa jaga Lo dek."
Adinda menatap Kenan dengan mata merah nya setelah menangis lama. "Bang Kenan..." Rengek nya. Ia langsung nangis keras sambil memeluk Kena.
Kanan mengusap punggung adiknya lembut. "Udah jangan nangis lagi ya, kita pergi dari sini sekarang! Kita makan oke, gue nggak mau aduk gue mati kelaparan! Nanti ada berita konyol menyebar, adik Kenan meninggal karena lupa makan. Setelah kepergian sang adik, Kanan semakin kaya dan tampan!" Gurau Kanan.
"Abang..." Adinda memukul dada Kenan ringan karena kesal.
Kenan mengusap air mata Adinda. "Udah yok makan! Kagak makan, gue ambil semua warisan Lo kalo Lo udah mati!"
Adinda cemberut tapu membaik. "Gue hantuin Lo tiap hari ya!"
"Lo kan udah mati, mau ngapain? Lo ambil buat dugem di alam kubur apa gimana?" Gurau Kenan.
"ABANG!!!"
"Hahahaha... Oke-oke yuk pergi, mau gue gendong gak nih?" Kenan berjongkok dan menyiapkan punggung nya untuk menggendong Adinda.
Karena Adinda malas berjalan, ia naik ke punggung Kenan. "Awas jatoh!" Ucap Adinda sambil mengusap air matanya.
"Udah siap menuju istana tuan putri?"
"Siap pangeran!"
Kenan berdiri dan menjaga keseimbangan agar Adinda tak jatuh. "Berat bener deh, ini pasti karena Lo banyak dosa kan? Makanya berat!"
Adinda memukul ringan pundak Kenan. "Duh sakit! Ok siap ya? Brum-brum... Bruuuummmm...."
Kenan berlari sambil menggendong Adinda keluar dari area pemakaman. Adinda mengingat masa kecilnya duku, saat ia jatuh dari sepeda, Kanan juga pergi menggendongnya seperti ini dan berlari agar Adinda tak bersedih lagi.
Adinda tertawa lepas dan memeluk erat leher Kenan agar tak jatuh. "Woy jangan kencang-kencang meluk nya! Gak lucu kalo gue mati gara-gara gendong Lo!"
"Hahahah..."
Adinda tertawa mendengar lelucon Kenan yang terdengar receh namun menghiburnya. Kenan paham kalau Adinda itu mudah down, tapi juga mudah tertawa lagi saat di hibur.
"Menuju warteg apa alam baka neng?" Tanya Kenan sambil bergurau.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush My Husband [TAMAT]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Adinda Alethenia dijodohkan dengan crush nya sendiri. Ben Cameron adalah ketus OSIS di salah satu sekolah SMA Cemara. Laki-laki dengan ketampanan nya yang sungguh membuat hati para kaum hawa meleleh. Putra tunggal di k...