Bab 66 Kangen mama papa

2.3K 125 0
                                    

Adinda menjawab tanpa menatap mata Ben, "Iya kan Lo udah tau semuanya! Lo udah lihat semua, apa yang harus dijelasin? Udah lah, gak usah lebay!" jawab Adinda sinis.

"Lebay? Lebay kayak gimana, gue juga mau minta penjelasan tentang Lo! Kemana Lo tadi, keluar sama Maxime!"

"Gue keluar sama Maxime, Diva dan Naya!"

"Kenapa keluar sama cowok lain? Ngapain aja?"

"Kita jalan-jalan, have fun, menikmati usia muda, dan yang jelas... Kita nggak selingkuh!" jawab Adinda dengan nada menyindir.

"Ya Lo bisa kan ajak yang lain juga, Dean, Gean, Andres, Fano... Kenapa malah jalan bareng Max?" tanya Ben dengan nada yang semakin tinggi.

Adinda berbalik dan menghadapi Ben langsung. "Ya terserah gue... Itu hak gue, lagian gue keluar biasa bukan selingkuh atau berbuat yang nggak-nggak kan?" balas Adinda dengan nada yang ikut meninggi.

"Ya kan Lo udah punya suami, harusnya ijin dulu! Dosa Lo jalan cowok nggak ijin suami!"

"Dosa Lo nyakitin hati istri!"

"Maksud nya?"

"Nggak usah sok suci ngomongin dosa istri, lihat dulu kenyataan nya. Lo yang lebih dulu nyakitin gue tau nggak? Secuek-cueknya gue, pasti sakit hati kalo Lo jalan sama cewek lain, Lo jalan di depan gue dan berlagak kayak gak kenal, dan satu lagi... Lo bentak gue di depan cewek lain! Maksud Lo apa kayak gitu? Mau udahan sama gue? Bosen? Suka cewek lain? Bilang Ben, bilang aja! Nggak usah nyakitin bolak-balik cuma buat hal kayak gini!" jelas Adinda panjang lebar dengan mata yang berkaca-kaca.

Gen langsung memegangi kedua pundak Adinda. "Apa? Kenapa Lo nggak ngomong, gue nggak pernah suka sama cewek lain apalagi pengen udahan sama Lo! Gue sayang sama Lo, gue cinta sama Lo!"

"Bullshit!"

"Gue sama Ara nggak ada hubungan apa-apa! Kita cuma sebatas kerja bareng karena anggota OSIS!"

Adinda membanting tasnya di lantai, ia menghempaskan kedua tangan Ben dan masuk ke dalam kamar mandi. Ben mengikuti nya bahkan menggedor-gedor pintu kamar mandi.

"Din... Dinda, dengerin gue Din! Gue minta maaf kalo ada salah, sumpah gue gak ada apa-apa ama Ara! Kita cuma sebatas teman aja! Din, dengerin penjelasan gue Din!" Ben berteriak dari luar, namun Adinda tak merespon sama sekali.

Adinda diam-diam menangis di dalam kamar mandi, ada rasa tenang saat Ben berkata kalau dia dan Ara hanya teman. Tapi hatinya masih sakit ketika mengingat bentakan Ben.

"Kenapa? Kenapa harus gue yang ngertiin dia, kapan dia yang ngertiin gue?" gumam Adinda.

Ben menunggu lama di liat kamar mandi. Adinda yang merasa pusing memilih untuk mencuci rambut nya. Setelah keramas, Adinda merasa lebih segar, Adinda memilih keluar karena hawa di dalam kamar mandi semakin dingin.

Cklekk...

Pintu kamar mandi terbuka, Ben langsung berdiri dan berusaha menjelaskan semuanya pada Adinda.

"Din... Dengerin penjelasan gue Din! Gue nggak pengen kita udahan Din, hubungan kita nggak main-main Din! Plis, inget pesen mama kamu! Gue di kasih tanggung jawab buat jagoan kamu seumur hidup. Tolong jangan tinggalin gue Din!" bujuk Ben, Adinda duduk di depan meja riasnya dengan handuk di kepalanya.

"Gue nggak main-main, tapi Lo duluan yang main-main sama gunung ini. Dan janhan pernah Lo bawa-bawa nama mama gue cuma buat bujuk gue tas kesalahan yang Lo buat!" jawab Adinda dengan lugas dan tegas.

Nggiingg...

Adinda menyalakan Hair dryer untuk mengeringkan rambut nya yang basah. Ben masih kembali mencoba membujuk Adinda.

"Din... Tolong Din, maafin gue Din! Plis... Gue bakal berusaha berubah dan nggak bakal kayak gini lagi Din..."

Nggiiingg...

Adinda menaikkan kecepatan Hair dryer sehingga mengeluarkan suara yang semakin keras. Kerasnya suara Hair dryer menyamarkan suara Ben.

"Dinn...."

Selesai mengeringkan rambut nya, Adinda beranjak menuju kasur dan menarik selimut nya. Bersiap menuju pulau mimpinya yang tenang tanpa masalah.

Ben juga tidak tega mengangguk istirahat sang istri tersayang. Ia menunggu Adinda tertidur lelap lalu menyusul tidur sambil memeluk erat Adinda dari belakang.

(◕ᴥ◕)

Pagi hari.

Adinda mulai mengerjapkan matanya, semalam ia belum benar-benar tertidur saat Ben memeluknya. Tapi Adinda memilih menikmati pelukan pria yang telah sah menjadi suami nya itu.

Gue sayang sama Lo....tapi kenapa Lo malah sakitin hati gue? Apa karena hubungan ini berawal dari perjodohan, hubungan yang diawali paksaan. Apa gue dan Lo bisa menjadi kita? - batin Adinda yang masih memejamkan mata.

Adinda perlahan melepaskan pelukan Ben dari tubuhnya dan bersandar di balkon sambil melihat matahari terbit dari lantai 2.

"Pengen banget punya hubungan kayak mama papa... Walau sering berantem, tapi selalu saling menyadari dan minta maaf. Bahkan sampai maut memisahkan, mereka masih setia dengan cinta masing-masing..." gumam Adinda sambil menatap indahnya Sun Rise.

(◕ᴥ◕)

Hampir seharian Adinda mendiamkan Ben. Ayah dan Bunda sudah menyadari kalau putra-putri nya ini sedang tidak akur. Ben merasa kalah dan tidak bisa mengetahui isi hati Adinda, dengan berat hari ia meminta bantuan pada Bunda.

"Bunda..."

Bunda yang sedang memegang gelas Lin menengok mencari arah suara. "Iya? Kenapa boy?"

"Ben mau minta tolong..."

"Iya apa? Sini bilang bunda .."

Ben bercerita perlahan dengan raut wajah lelah dan terlihat benar-benar stress. Bunda sedikit terkejut mendengar kedua anak nya hampir menyebutkan kata 'Cerai'. Bunda memutar otak untuk membuat hal tersebut tak terjadi.

"Ben harus gimana dong Bun? Ben nggak paham sama isi hati Adinda, selama ini Ben cuma belajar dan belajar, nggak pernah tau masalah perempuan. Ben bingung harus apa, Ben udah minta maaf, tapi Adinda terlanjur kecewa, " curhat Ben pada sang bunda tercinta.

"Gini ya boy... Sepenting apapun itu urusannya, istri itu berhak tau kegiatan suami. Ya nggak harus semuanya, tapi kalau suami kasih kabar ke istri, istri nggak bakal khawatir dan berpikiran aneh-aneh. Itu emang udah naluri cewek, apalagi kamu jalan sama cewek yang suka sama kamu, istri pasti mikirnya kemana-mana bahkan sampai merasa insecure. Makanya, udah gede, udah nikah, harus hati-hati sama sikap! Nanti bunda bantuin kamu, tapi jangan di ulangi lagi ya..." tutur bunda dengan bijak.

"Iya Bun makasih... Tolong jangan bilang ke ayah, Ben takut kecewain ayah..."

"Siap! Tapi kamu jangan ulangi lagi ya! Adinda buat jadi urusan Bunda!"

"Iya Bun..." jawab Ben sambil memeluk erat Bunda tercintanya itu.

Bunda pun mencari-cari Adinda di seluruh rumah, Bunda menemukan Adinda yang sedang duduk di taman belakang rumah sambil melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit.

"Dinda..."

Adinda berbalik dan melihat siapa yang memanggilnya. "Eh bunda..."

"Boleh ikut duduk?"

"Boleh bunda, di kursi aja Bun..."

"Nggak usah, lebih enak duduk di rumput gini. Lebih santai, "

"Iya Bun..."

Mereka berdua saling diam sejenak sebelum bunda memulai pembicaraan. "Dinda lagi apa di sini?"

"Bun... Bunda percaya nggak, kalau orang yang udah meninggal itu bisa jadi bintang dan selalu lihat kita dari jauh?"

"Kenapa tanya gitu? Di penelitian ilmiah nggak ada penjelasan nya kan? Dalam agama juga nggak ada..."

"Nggak papa ... Dinda cuma tiba-tiba kangen aja sama papa mama..." ujar Adinda sambil meneteskan air mata tanpa sadar.

My Crush My Husband [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang