Bab 108 Mendadak

1.4K 69 3
                                    

Ben sedikit tersentak, ia berpura-pura mencium bajunya. "Enggak tuh.... Ngaco deh!"

"Beneran! Walau gue bego kalo masalah masak, gue masih bisa kenalin bahan-bahan dapur! Ini beneran bau tepung loh!" Bantah Adinda yang tak mau kalah.

"Tadi itu... Waktu mau buat adonan baju gue ketumpahan tepung dikit gitu." Ben melemparkan alasan apapun agar Adinda tak curiga.

Adinda menatap Ben dengan mata menyipit seolah tak percaya. "Masaaa... Ya udah deh bodi amat, gue mau makan martabak! Lo gak boleh minta, beli sendiri!"

"Ya Allah Din... Pelit amat, bagi napa sih satu aja! Gue udah berjuang loh ini!" Celetuk Ben.

"Gak bisa! Beli sendiri, ini cuma punya gue!"

"Emang habis kalo segitu banyak?"

"Habis! Nanti pasti habis! Pokonya ini punya gue!"

"Ya udah terserah Lo aja deh Din..."

Ben beranjak pergi untuk mengganti bajunya yang berbau tepung itu. Adinda sibuk memakan martabak sambil menonton TV.

Tak lama kemudian, Adinda bersandar santai karena kekenyangan martabak, sedangkan masih ada beberapa potongan martabak yang tersisa.

"Masih satu tuh... Nggak di habisin? Tadi aja rengek-rengek kayak bayi mintanya! Abisin lah." Ujar Ben.

"Hehe gak abis... Lo mau ambil aja gak papa."

Ben memutar bola matanya, "tadi ada mau minta gak boleh, sekarang gak habis kan!"

"Iya-iya maaf."

Ben pun menghabiskan martabak yang tersisa, ia heran pada selera Adinda. Baginya martabak ini sangat manis dsn membuatnya sedikit eneg, lali kenapa Adinda begitu suka martabak dan tidak ada bosan-bosannya makan martabak.

Tiba-tiba mata Ben terpaku pada Adinda yang fokus belajar namun tampak begitu imut sekali. Diam-diam ia memotret Adinda.

Ben senyam-senyum memandangi foto Adinda di ponselnya, ia mengeditnya lalu menjadikannya wallpaper di ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ben senyam-senyum memandangi foto Adinda di ponselnya, ia mengeditnya lalu menjadikannya wallpaper di ponselnya.

(◕ᴥ◕)

Keesokan nya di sekolah, Ben berniat untuk menemui Ara, bertanya apa maksud semua ini. Ia tak percaya Ara bisa sejahat ini.

Baru berjalan beberapa langkah, tampak ada beberapa kerumunan di depan salah satu kelas. Ben pun bertanya. "Ini kenapa rame-rame?"

"Oh itu, si Rahma pindah sekolah tiba-tiba aja. padahal tadi pagi masih masuk, tapi tiba-tiba aja udah nggak ada."

Ben tertegun mendengar kabat ini, ia langsung berlari menuju ruang Wakasek untuk bertanya tentang kebenaran hal ini.

(◕ᴥ◕)

Di ruang Wakasek.

"Selamat siang pak..."

"Siang, loh Ben... Kenapa di sini? Ada perlu apa?"

Ben mengatur nafasnya terlebih dahulu. "apa benar kalau Rahma anak IPA 2 pindsh tiba-tiba pak?"

"Iya kenapa, hari ini dia pindah kan."

"Kalau saya boleh tau, dia pindah kemana ya pak?" Tanya Ben.

"Katanya mau disekolahkan ke Luar Negeri apa nggak sayang ya. Padahal di sini tinggal satu tahun lagi aja..."

"Oh iya sudah pak terima kasih..."

"Iya-iya..."

Ben keluar dari ruang Wakasek untuk mengatur nafasnya, ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Rahma, tapi nihil, ponselnya di luar jangkauan.

Ben memutar otaknya keras, "kenapa tiba-tiba kayak gini? Uni pasti ada hubungan nya sama Ara!"

Ben langsung pergi untuk menemui Ara. Kebetulan mereka berpapasan di korosi yang cukup sepi.

"Ara!"

Ara menengok dsn menunjukkan senyum palsunya. "Oh Ben... Kenapa ya? Ada apa nyari gue?"

"Lo yang mindahin Rahma kan?"

Ara mengangkat salah satu aslinya. "Hah? Maksudnya... Gue nggak paham sama omongan Lo, jangan aneh-aneh deh..."

"Jangan berlagak bego, gue udah tau semuanya. Lo kan penyebab utama semua masalah ini! Lo kenapa lakuin semua ini sih Ra? Buat apa? Lo sadar nggak kalo Lo itu ngerugiin banyak orang!" Ben memancing Ara.

"Maksudnya? Lo ngomong apa sih Ben? Gue nggak ngerti, jangan omong kosong deh..."

"Ra tolong jangan pancing amarah gue! Sekarang gue nggak mau basa-basi, gue tunggu Lo sampai besok di ruang BK buta jujur atau gue bakal deret Rahma buat kasih kesaksian!" Tegas Ben.

"Terserah deh Lo ngomong apa, gue nggak paham. Gue pergi dulu!" Ara melenggang pergi dengan santai.

Ben menarik tangan Ara dengan kasar. "Gue peringatin Lo ya, segera jujur atau gue gak kasih toleransi lagi. Kalo Lo mau jujur, gue nggak nakal gede-gedein masalah ini, tapi kalo Lo masih banyak drama, gue nggak ragu-ragu lagi buat ngelakuin apapun!" Ancam Ben dengan tegas.

Ara menghempaskan tangan Ben. "TERSERAH!!!" Ara melenggang pergi tanpa rasa bersalah.

Ben menahan emosinya saat ini untuk menghadapi salah satu makhluk Tuhan yang cukup menguras emosi ini.

"Gue harap Lo besok mau jujur Ra! Kalo sampe Lo nggak jujur, gue nggak bisa jamin lagi reputasi keluarga Lo, kalo Rahma nggak bisa ngomong, biar bukti yang keluarin kekuatan nya!" Batin Ben.

Flashback On

Ara berniat untuk melihat bahagia keadaan Amel di rumah saki, namun dari kejauhan Arasohha ada Rahma dan Ben.

Ara mulai curiga, ia mendekat dsn mendengar kata-kata Ben. Ia juga mendengarkan setiap ancaman dan bujukan Ben.

Setelah Ben pergi, ia masih diam berpikir. Saat Rahma hendak pergi, baru ia menarik tangan Rahma dan mengajaknya menjauh.

"A-ara?" Kaget Rahma saat melihat Ara ada di rumah sakit.

"Nggak usah kaget! Gue udah denger semuanya, gue peringatin Lo ya! Kalo sampe Lo bocorin semuanya, tamat riwayat Lo!" Ancam Ara.

"T-tapi masalah ini mulai di luar kendali Ra..."

"Gue lebih tau apa yang harus gue lakuin, dan Lo gak berhak buat ngatur apa pilihan gue! Untuk saat ini Lo cuma perlu diam!" Tegas Ara.

Rahma menunduk takut, Ara kembali pulang dsn menghubungi seseorang. Ia memutar otak bagaimana caranya agar Rahma tak buka mulut.

Besoknya, tiba-tiba Ara ke kelas Rahma saat masih lagi hari, ia membawa Rahma sedikit menjauh dari teman-teman nya.

"Ke-kenapa lagi Ra?" Tanya Rahma gugup.

"Hari ini Lo pindah! Lo gue pindah ke sekolah tanpa sepengetahuan siap-siap, orang tua Lo udah gue kasih tau. Biaya sekolah gue yang tanggung, Lo tinggal pergi aja dan ganti nomor telpon Lo! Tapi jangan bilang Lo cuma pindah sekolah aja!" Pinta Ara.

"Apa?" Rahma begitu terkejut mendengar kata-kata Ara yang begitu mendadak. "Tapi kan gue nggak siap, dan Lo juga nggak ngomong apa-apa masalah ini. Gak, gue gak mau pindah sekolah!" Tegas Rahma.

"Oh, Lo mau keluarga Lo jadi gembel gitu?"

Rahma seolah-olah sedang terpojok sekarang, ia bingung harus apa lagi. Jika punya kesempatan, ia akan segera menelpon Ben dan meminta bantuannya.

My Crush My Husband [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang