"Iyalah! Eh, btw kok Lo serius banget sih? Emang kenapa tanya-tanya masalah hal gini?" tanya Lena dengan nada penuh selidik.
"Mana ada? Ya kalo gue di cium cowok, gue tentang itu cowok yang ada!" bantah Adindanya dengan mengalihkan pandangannya.
"Ya udah deh... Lanjut nonton film!"
(◕ᴥ◕)
Ben sedang sibuk mengotak-atik angka-angka dan simbol-simbol matematika di buku yang sedang ia pelajari. Dari kali, bagi, tambah, kurang, kubik, kuadrat, alat, phytagoras, trigonometri, bahkan SPLDV dan SPDLTV.
"Kok bisa gini sih? Ini jawaban gue yang salah, soalnya salah atau rumusnya yang salah?" bingung Ben karena jawabannya tidak sesuai dengan jawaban pilihan ganda.
Ben mengusap kedua wjahn gusar, pikirannya semakin tidak fokus. Bahkan sekedar 10+9 pun ia perlu kalkulator untuk menghitungnya.
"Gini caranya, bisa-bisa turun nilai gue lama-lama. Gak mau gue dapet nilai 8, paling jelek 9! Rugi buku gue mahal-mahal belinya..."
Ben memilih untuk tidur karena otaknya semakin lama semakin kacau, namun, baru berbaring dan memejamkan mata, ia teringat sesuatu dan itu membuatnya langsung duduk seketika.
"Ini semua gara-gara si Maxime, kalo bukan gara-gara dia, ini semua nggak bakal terjadi. Pokonya besok gue harus ngomong kalo Maxime harus tau status kita biar dia tau diri! Ya gue pinter, pokonya besok harus ngomong!"
Ben langsung otw tidur setelah bersemangat untuk besok. Sekitar pukul 2 pagi Adinda batu kembali ke kamarnya dan lambang tidur begitu saja karena mengantuk.
(◕ᴥ◕)
Pagi hari
Ben sudah bersiap dan selesai sarapan, ia hendak membangunkan Adinda namun takut tiba-tiba suasana menjadi canggung. Ia memilih meletakkan nampan berisi sarapan Adinda di meja kamarnya.
Adinda terbangun karena merasa kalau langit sudah terang, ia terduduk dengan wajah yang acak-acakan dan mata panda yang muncul di bawah matanya.
"Hmm... Ini jam berapa sih? Masa udah siang?" ucap Adinda dengan suara seraknya karena bangun tidur.
Ia menengok ke meja di sampingnya dan ada nampan yang berisi sarapan nya. Ia menggaruk kepalanya dan mencoba mengumpulkan nyawanya.
"Bangun Din... Bangun ayo, ini waktunya bangun!" ucap Adinda menyemangati dirinya sendiri.
Adinda bangun dan menuju kamar mandi untuk menyalakan shower air panas agar bisa mandi air hangat. Sembari menunggu, ia mencari-cari handuk dan ganti baju
Adinda mandi lalu sarapan, ia turun dan melihat Ben yang duduk santai di ruang santai. Adinda mencoba santai dan seolah-olah tidak terjadi apapun kemarin. Ia mengikuti saran Diva sari film semalam.
"Pagi sayang..." sapa Adinda ramah.
"Hah? Iya..."
Ben terkejut melihat reaksi Adinda saat pagi hari, tapi hal tersebut juga membuat Ben semakin semangat untuk mengutarakan isi hatinya.
"Din... Gue perlu ngomong!" panggil Ben.
Adinda berhenti berjalan dan menengok. "iya? Kenapa? Ada apa?"
Ben berdiri dan memandangi Adinda, ia menatap Adinda serius. Sedangkan jantung Adinda sudah bersiap untuk melompat.
Ben mengambil nafas agar tidak gugup, "gue pengen Maxime tau status kita yang sebenarnya! Bukan sebagai pacar, tapi sebagai suami istri..."
"APA!?"
Adinda terkejut pastinya mendengar kata-kata Ben, namun Ben berusaha menjelaskan. "Gue gak pengen ada salah paham lagi antara kita cuma gara-gara orang ketiga, makanya dia perlu tau!"
"Ya tapi kita masih sekolah dan dia itu orang lain, bukan orang terdekat kita! Lo sendiri juga pernah janji bisa ngerahasiain pernikahan kita sebelum kita ngadain resepsi!"
"Ya tapi dengan gini caranya, bakal banyak yang mau ngerusak hubungan kita! Dan gue nggak mau kita berantem cuma gara-gara orang lain!" jelas Ben.
Adinda menegaskan kembali kata-katanya. "Pokonya nggak! Sekali nggak ya enggak. Lo gak boleh bangan kata-kata gue! Ngerti?!" Adinda pergi setelah mengatakan penolakan atas pendapat Ben.
"Ya tapi kan Din... Din! Din! Adinda..." panggil Ben yang tak digubris Adinda sama sekali.
Ben kesal sendiri karena pendapatnya ditolak mentah-mentah oleh Adinda. Ia menegaskan kalau ia harus berani karena posisinya sebagai suami.
"Pokonya gue harus tegas! Gue kan suami, dan dia harus nyadar. Pokonya dia harus minta maaf karena emang dia yang salah, untuk masalah ini dan semua nya. Enak aja cewek yang salah, malah cowok yang minta maaf. Nggak bisa, pokoknya dia yang harus minta maaf!"
(◕ᴥ◕)
Siang hari Adinda dan Ben tak sengaja berpapasan di depan pintu kamar. Adinda yang ingin keluar kamar dan Ben yang masuk kamar.
"Minggir!" pinta Adinda.
Ben berpikir ini situasi yang pas untuk membuat Adinda meminta maaf. "Kenapa harus gue yang minggir? Lo aja yang minggir!"
"Kok Lo nyolot sih, minggir sana! Gue mau keluar?" ketus Adinda yang tak mau mengalah.
"Enak aja, Lo yang minggir! Gini nih kebiasaan banget, nggak mau ngalah!"
"Heh... Kalo cewek ngalah, apa gunanya kata-kata Ledies First? Minggir!"
"Nggak mau ngalah, salah juga nggak mau ngaku... Dasar cewek!"
Adinda melotot seketika mendengar kata-kata Ben. "Lo bilang apa tadi? Dimana-mana itu cowok yang ngalah buat ceweknya! Lo pikir gue nggak bisa galak hah?!" tegas Adinda dengan nada mendominasi.
Mendamba kata-kata Adinda yang begitu galak membuat nyali Ben tiba-tiba berkurang, karena akan sangat merepotkan saat istrinya ini marah.
"Ya... Ya udah..." kata Ben pasrah.
"Ya udah apa?!"
"Ya udah... Gitu..."
"Gitu apa? Siapa yang salah?!"
"Gue..."
"Siapa yang harus minta maaf?"
"Gue..."
"Masih mau maksa cewek minta maaf?"
"Nggak..."
"Di ulangin lagi?"
"Nggak lagi..."
"Nggak usah macem-macem sama istri kalo nyawa Lo masih 1, yang nya doubel aja mikir dua kali kok. Lo nyawa 1 belagu bener... Awas gue mau keluar!" tegas Adinda dengan suara seperti seorang ibu yang memarahi anak nakal.
"Ya udah... Lo keluar duluan aja deh, gue masuknya ntaran aja..." ucap Ben mengalah. Ben menjawab setiap pertanyaan Adinda dengan suaranya yang lembut.
Adinda keluar dengan wajah sinisnya, setelah Adinda pergi Ben bati sadar kalo justru dirinya yang mengalami, bukan Adinda.
"Lah... Kenapa gue yang ngalah? Harusnya kan Adinda, kenapa cowok lagi yang ngalah sih anjirr!" kesal Ben.
Ben turun karena terlalu kesal, Ben masuk kamar mengambil hpnya lalu ia mengambil sesuatu di kulkas lantai 1. Namun di dapur dia bertemu Kenan yang senyam-senyum.
"Udah keluar masuknya?" tanya Kenan penuh arti.
"Keluar masuk?"
"Nggak usah malu... Tadi gue denger kalo kalian lagi keluar masuk. Jadi gimana Adinda?"
"Oh tadi... Biasa bang, cewek ya nggak mau ngalah. Dia duluan lah yang ngotot keluar..."
Kenan semakin senyum-senyum sendiri, "gilaaa... Udah semangat aja kalian berdua mentang-mentang di puncak dingin."
"Semangat? Buat apa? Kan cuma lewat pintu doang..."
"Lain kali malam aja ya... Takutnya kalo yang lain denger terus ada yang pengen juga..."
Ben mengerutkan dahinya dan mencoba berpikir Pa arti kata-kata Kenan yang sebenarnya.
"Astagfirullah bang... Bukan yang itu maksudnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush My Husband [TAMAT]
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Adinda Alethenia dijodohkan dengan crush nya sendiri. Ben Cameron adalah ketus OSIS di salah satu sekolah SMA Cemara. Laki-laki dengan ketampanan nya yang sungguh membuat hati para kaum hawa meleleh. Putra tunggal di k...