Bab 107 Martabak

1.5K 79 1
                                    

"Aw lepasin! Sakit tau!" Keluh Rahma sambil berusaha melepaskan genggaman Ben yang begitu erat.

Ben sedikit menghempaskan Rahma ke depan. "Jelasin semuanya! Apa yang Lo maksud tadi!" Tegas Ben.

Rahma sedikit gelegapa melihat Ben yang tampak begitu marah di hadapannya. "A-aoa maksud Lo? Gue nggak ngerti, gue pergi dulu ya..."

Rahma bermaksud untuk pergi, namun tangan Ben lebih cepat untuk menarik tangan Rahma kembali.

"Mau kemana? Urusan kita belum selesai!"

Rahma kembali berusaha melepaskan genggaman Ben. "Ben tolong lepasin! Gue nggak tau apa-apa!

Ben semakin muak dengan semua basa-basi ini. Ia langsung mengambil ponselnya kasar, dan memutar kembali rekaman suara Rahma tadi.

Rahma diam melongo mendengar nya. "Ben, itu nggak sepenuhnya bener! Gue cuma asal ngomong doang!"

Ben mematikan rekaman itu dan kembali memasukkan ponselnya ke saku. "Jujur aja kenapa sih Ma! Apa susahnya jujur! Lo takut apa? Keluarga Lo di celakai Ara? Gue bisa lindungi keluarga Lo Ma!" Ben terus mendesak Rahma.

"Bukan itu!"

"Terus apa? Lo takut apa?"

"Banyak Ben! Banyak!" Jawab Rahma dengan nada meninggi. Perlahan, Rahma meneteskan air matanya m "gue takut adik gue nggak bisa sekolah lagi, gue takut bokap gue di pecat, gue takut nyokap gue sedih dsn gue takut di keluarin dari sekolah! Kekuatan gue emang mampu, tapi kalo buat nandingin keluarga Ara masih jauh Ben!" Jelas Rahma dengan air mata yang terus menetes.

"Ya terus mau Lo gimana? Lo suka orang lain sengsara gara-gara omongan Lo? Fitnah itu dosa besar Ma! Tolong perbaiki kesalahan Lo saat ini, jangan sampe kedepannya Lo dapet karma yang lebih menyakitkan Ma!" Bujuk Ben.

"Ya terus apa? Gue jujur begitu Ia! Untuk saat ini keluarga Lo pasti lindungin gue, tapi hidup nggak cukup 1 bulan! 1 tahun kemudian gimana? 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan 15 tahun ke depan? Gue juga pengen bahagia tanpa dibayangi rasa was-was!" Rahma mengungkapkan semua ketakutan nya.

"Gue bisa jamin keselamatan Lo Ma!"

"Billshit! Omong kosong, bisa Lo buat Ara pergi dari hidup gue? Hida Lo buat Ara nggak ada di negara ini? Bisa Lo buat Ara lupain gue?"

Ben terdiam sejenak, wajar kalau Rahma merasa was-was dan ketakutan seperti ini. Ara pasti tidak akan diam saat tau kalau Rahma membeberkan rencana nya.

"Gue bisa bantu Lo Ma! Tolong banget gue bakal hargai banget kalo lo jujur, gue dan keluarga gue pasti nggak akan diam dan tutup mata kita pasti lindungin Lo!" Bujuk Ben.

Rahma mengusap air matanya. "Kenapa Lo peduli banget sama Adinda? Dia kan cuma pacar Lo."

Ben menghela nafas panjang untuk memantapkan hatinya. "Karena dia istri gue! Dia menanti satu-satunya di kelurga gue."

Rahma terdiam, tatapan matanya menunjukkan kalau ia tak mempercayai itu semua. "Kalian kan masih SMA, mana mungkin udah nikah. Ngaco Lo!"

"Terserah Lo percaya atau enggak, karena kenyataan nya emang udah kayak gitu karena ini menyangkut masa depan istri gue, tolong Lo maju dengan inisiatif Lo Ma. Jangan buat gue kasar dan terpaksa seret Lo ke sekolah sebagai saksi!" Ben memberikan ketegasan pada Rahma sebagai peringatan.

Rahma sedang bertengkar dengan hatinya sendiri, ia takut pada Ara tapi juga takut karena harus di hantui rasa bersalah itu.

"Sama adik sepupu aja, Ara Setega itu sama Amel. Dia jadiin Amel korban biar dia seolah-olah jadi peri penolong m terus seberapa tega dia sama gue yang cuma temen dan nggak deket juga!" Pikir Rahma. "Kasih gue waktu buat mikirin semuanya. Karena ini juga menyangkut masa depan keluarga gue!" Pinta Rahma.

"Apa sih yang harus Lo pikirin lagi!" Ben menahan amarahnya. "Oke... Oke... Gue kasih waktu buat mikir semuanya. Tapi inget, semakin lama Lo nggak berdiri sebagai saksi, maka semakin cepat gue bertindak dengan paksa!" Tegas Ben.

Ben berbalik lalu pergi meninggalkan Rahma yang masih berpikir. Ben sedikit percaya diri kini karena memegang bukti ditangannya.

"Gus bisa aja serahin bukti ini secepatnya, tapi gue tau kalo Rahma cuma pion Ara, dia nggak tau apa-apa. Gue bisa maafin dia, tapi enggak dengan Ara!" Gumam Ben sambil berjalan.

(◕ᴥ◕)

Di Minimarket

Ben sedang mencari apa saja bahan martabak di Google lalu membelinya. Karena begitu banyak pilihan, Ben membeli semuanya yang sekiranya enak.

"Mbak bungkus semua ini ya!

"Iya mas..." Penjaga kasus itu tampak senyam-senyum menatap Ben malu-malu. "Mau buat kue ya mas?"

"Iya mbak."

"Kok beli bahannya banyak banget? Buat pesanan?"

"Enggak, istri saya pengen kue di rumah, jadi saya beliin aja bahan-bahan nya. Buat bahannya buat dia yang milih, yang mana yang dia suka." Jawab Ben sambil senyam-senyum.

"Oh hehe iya..."

Penjaga kasir itu tampak sedikit kecewa saat Ben menyebutkan bahwa ini semua untuk istri nya.

(◕ᴥ◕)

Di rumah keluarga Cameron.

Ben diam-diam masuk ke dapur memanggil Bi Iyem. "Bi... Bi Iyem!" Panggil Ben lirih.

"Oh, Aden udah pulang? Gimana den, jadi buat kue?" Jalan Bi Iyem yang berbisik.

"Jadi Bi! Saya tunggu di mes belakang ya!"

"Siap den!"

Ben berjalan menuju mes Bi Iyem yang berada di belakang rumahnya. Ia menaruh semua bahan-bahan nya di atas meja.

"Gimana Den? Udah beli beli semua bahannya kan?"

"Udah dong bi, nih lihat!"

Bi Iyem terkejut melihat bahan roti yang begitu banyak. "Ini bikin martabak buat Non Adinda apa buat jualan Den?"

"Ya buat Adinda lah Bi! Tadi di sana banyak macamnya, jadi aku beli semua aja biar nggak bingung, hehe..."

Bi Iyem memnukay2 kantong plastik yang begitu penuh itu. Hanya untuk tepung saja Ben membeli banyak macam.

"Den, kita cuma butuh tepung terigu... Kenapa beli ini semua? Ada tepung tapioka, tepung beras, tepung maizena, tepung ketan, tepung sagu juga?" Tanya Bi Item yang penasaran.

"Oh beda? Kirain sama, abis putih semua... Jadi aku ambil semuanya aja, lebih baik lebih daripada kurang kan?" Jawab Ben cengengesan.

"Buat coklat  Uma pake Meises aja den, kenapa beli coklat batangan sama choco chips?"

"Hehehe... Biar jadi martabak moderen Bi!" Ben mengacungkan jempolnya.

"Dan kenapa ada banyak macam keju juga?" Bi Iyem melihat ada keju Cheddar, keju parmesan, keju mozzarella, quick melt Cheese, dan juga sheet cheese.

"Biar enak bi! Ini tadi mahal loh bahannya!'

Bi Iyem menepuk jidat nya melihat bahan-bahan yang di beli Ben. Mereka pun mulai memasaknya.

Hampir 1 jam berkutat di dapur, Ben selesai memasukkan martabaknya kedalam kardus kecil. Dengan percaya diri ia berjalan membawa martabak itu untuk diberikan pada Adinda.

"Makasih Bi! Sisa bahan-bahan nya buat bibi masak aja gak papa, mahal loh itu."

"Iya deh den... Makasih."

(◕ᴥ◕)

Di kamar.

Adinda langsung menengok begitu melihat ada yang membuka pintu. "Yes martabak gue dateng!"

"Tadaaa... Nih martabaknya."

"Wuah makasih!"

Adinda langsung menyahut martabak ditangan Ben, lalu ia berhenti bergerak saat Ben duduk di sebelahnya m ia mengendus baju yang di pakai Ben.

"Kenapa? Gue wangi ya? Gue ganti parfum nih..."

Adinda berpikir sejenak. "Kok bau badan Lo kayak bau tepung sih?" Tanya Adinda.

My Crush My Husband [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang