Ben tersenyum seolah mengatakan semua akan baik-baik saja.
"Oke... Masnya bisa keluar ya..."
"Iya dok..."
Ben meninggalkan Adinda bersama dokter cantik tadi di dalam ruangan. Adinda masih celingak-celinguk tidak paham dengan situasi.
"Dok... Saya ke sini ngapain ya?" tanya Adinda polos.
Dokter cantik itu tersenyum. "Tidak apa-apa... Kamu bisa bercerita tentang semuanya, saya sebagai dokter tidak akan membeberkan informasi apapun tentang kamu, "
"Cerita apa?"
Dokter itu mengambil clipboard, ia mengisi beberapa data Adinda. "Semuanya... Boleh semuanya, kamu boleh cerita tentang hidup kamu, pacar kamu, sekolah kamu, pokonya boleh semuanya..."
"Kenapa saya harus cerita ke Dokter?"
"Ya karena... Semua akan lebih baik saat kamu bisa mencurigakan semuanya kan?"
"Kalau saya tidak percaya pada dokter?"
Dokter itu tersenyum dan dengan sabar meladeni Adinda yang keras kepala. "Kamu bisa percaya ke saya... Kamu bisa anggap saja teman, saya sudah bersumpah dan harus melakukan hal-hal yang sesuai kode etik Dokter. Dan saya tidak akan melanggar sumpah itu..."
"Benarkah? Siapa yang menjamin? Mulut manusia bisa berubah-ubah kapanpun kan? Dan saya juga tidak ada alasan untuk percaya pada dokter. Untuk apa saya ke sini pun, saya tidak tau!"
Adinda duduk bersandar santai seolah sama sekali tidak mau membuka mulutnya untuk bercerita. Sikap keras kepalan Adinda membuatnya semakin sulit untuk mempercayai orang.
Dokter cantik itu tak kehabisan cara, ia memutar sebuah instrumen yang menangkap namun terkesan menyedihkan.
"Kamu nggak papa?" tanya Dokter itu.
"Nggak papa..."
"Yakin?"
"Yakin!"
"Kalo gitu... Coba ulangi kata-kata aku ya 'aku baik-baik saja, aku tidak punya masalah dan aku bahagia' Coba ulangi..."
"Ck... Aku baik-baik saja, aku tidak punya masalah dan aku... Aku..." ucapan Adinda terhenti tiba-tiba. "Aku ba... Aku..."
Adinda seolah tak sanggup melanjutkan kata-katanya, tubuhnya melemas dan tiba-tiba air matanya bercucuran dengan tidak sadar.
"Kami baik-baik saja?" tanya si dokter pada Adinda yang mulai menangis.
Adinda ingin sekali menjawab pertanyaan itu, namun mulutnya keli seolah tak mampu menjawab pertanyaan itu.
"It's okay... Wajar bagi seorang manusia untuk menangis. Coba cerita, kamu bisa anggap aku sebagai temanmu saja kalau kau risih. Ceritakan semuanya, dengan senyaman-nyamannya..."
Adinda menangis terisak tanpa sebab, ia merasa jantungnya begitu sakit. Dadanya begitu sesak hingga sulit bernapas, mulutnya memanggil nama mama dan papanya.
(◕ᴥ◕)
Ben mondar-mandir khawatir meninggal di luar ruangan, ia berharap kalau Adinda bisa bercerita dan melegakan semuanya.
"Semoga Adinda baik-baik aja... Kenapa gue nggak peka banget sih! Cewek kayak Adinda udah depresi berapa kali coba? Melewati semua cobaan ini, penyakit memang berbahaya, tapi bagi Adinda, Mental Health itu lebih berbahaya dan mematikan..." gumam Ben yang khawatir dengan kondisi Adinda.
cklekk...
Setelah 2 lebih, Adinda keluar dengan mata bengkak dan merah. Ben langsung mendekatinya Adinda dan merangkul pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush My Husband [TAMAT]
Dla nastolatków[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Adinda Alethenia dijodohkan dengan crush nya sendiri. Ben Cameron adalah ketus OSIS di salah satu sekolah SMA Cemara. Laki-laki dengan ketampanan nya yang sungguh membuat hati para kaum hawa meleleh. Putra tunggal di k...