62. Risih

833 129 5
                                    

Sekarang di taman hanya ada Haiden dan Aruna.

"Idenn, apa kamu gamau makan? Aku beliin deh!" Ucap Aruna yang tersenyum seperti biasanya.

Haiden menatap itu datar. Kemudian hela napas berat.

Haiden menelan ludahnya dengan susah dicampur perasaan yang sedikit takut.

"Maaf Runa... Aku tau kau orang yang baik, terutama bagiku. Tapi, apa bisa kau menjauh dariku?" Ucap Haiden yang tidak berani menatap ke arah Aruna.

Aruna terdiam, dia sangat-sangat terkejut dengan perkataan Haiden barusan.

"Ke, kenapa?" Tanya Aruna yang tetap berusaha tersenyum.

"Aku tidak terlalu menyukai sifatmu itu. Kau selalu melarang ku untuk mendekati siapapun. Padahal pada dasarnya kau bukan siapa-siapa bagiku." Haiden mulai berkata jujur tentang Aruna.

Sebenarnya Haiden awalnya cukup menyukai Aruna, sebagai teman. Tapi lama-kelamaan, Haiden mulai risih dengan sikap Aruna itu.

"Apa kita bukan teman...?" Tanya Aruna sedikit menunduk.

"Maaf." Hanya dengan satu kata yang dilontarkan oleh Haiden, Aruna sudah dapat mengerti.

"Aku awalnya hanya kasian denganmu. Karena tidak memiliki teman, dan terus menyendiri, namun sekarang aku sudah mengerti kenapa kau tidak memiliki teman."

"A-Aku janji bisa ubah sifatku! Kumohon..." Suara Aruna mulai serak, matanya memanas.

Haiden menggeleng pelan, "Dulu kau juga mengatakan ini. Tapi sifatmu tidak ada perbedaan sama sekali."

"Aku benci dengan sifatmu yang mengatur-atur hidupku seperti itu."

"Kali ini aku pasti akan berubah! Aku janji!" Ucap Aruna agak keras unuk meyakinkan Haiden.

"Sudahlah. Mulai sekarang, jangan terus mengaturku."

"Coba kamu ingat-ingat! Masa kita bermain bersama. Kamu tersenyum begitu lebar. Tapi kenapa sekarang...?" Aruna menggenggam ujung roknya yang panjangnya di atas lutut.

"Sudahlah. Jangan ganggu aku lagi, aku risih dengan sifatmu."

Aruna menggigit bibirnya.

"Aku sudah segininya... KAU TIAP HARI TERTAWA, BERMAIN, DAN BELAJAR BERSAMAKU! APA ITU HANYA LELUCON BAGIMU? MEMAINKAN PERASAANKU SEPERTI INI!" Teriaknya cukup keras. Emosi Aruna sudah memuncak. Air matanya terus mengalir keluar dengan deras.

"Apa kau tidak memiliki perasaan suka sedikitpun padaku?" Sambung Aruna

Haiden menggelengkan kepalanya.

Aruna sekarang benar-benar sudah kesal, dan akhirnya memilih untuk pergi dari sana.

Tanpa mereka sadari, Ken secara tidak sengaja melihat pertengkaran mereka dari atas lorong kelas yang jendelanya kebuka.

Suara mereka begitu keras. Ken dapat mendengar setengah dari itu.

Ken sebenarnya merasa sedikit kasihan dengan gadis itu. Tapi mau gimana lagi, itu bahkan bukan urusannya.

Setelah itu, Ken menuju ke kelasnya.

Harusnya dia sadar karena telah dimanfaatkan oleh Haiden. -Ken

DASAR ANAQ PINTER! (WEE!!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang