68. Jalan benar (2)

727 128 1
                                    

"Apa aku boleh tanya sesuatu? Kalaupun kau tidak keberatan menjawabnya."

"Apa itu?" Tanya Kiki yang masih belum ada senyuman di wajahnya.

"Sudah 3-5 tahun. Apa kau masih ngerasa jadi penyebab ibumu meninggal?"

"Aku mau bilang gak. Tapi memang salahku. Harusnya saat itu aku hati-hati bawa motor. Bahkan saat kecelakaan ibu berusaha melindungiku. Saat kesadaranku masih ada, harusnya aku segera menelpon ambulan sebelum kesadaranku semakin menipis."

"Yah. Jika saja itu terjadi, mungkin ibuku tidak akan jadi seperti sekarang."

"Melihat kondisimu seperti ini mungkin tante greget. Apa kau ngerasa paman benci denganmu setelah kejadian itu?" Tanya Ken yang sekarang berada di makam ibu Kiki.

Sebelum kecelakaan Ken kenal dengan ibu Kiki. Gegara Kiki meminta Ken untuk mengajarinya alat musik di rumahnya.

Bagi Ken, ibu Kiki itu sosok yang cantik dan juga baik.

"Tidak.. ayah malah bilang bangga sama sayang sama aku, kemarin..."

"Nah kan. Bagaimana juga saat itu, aku yakin kau sudah berusaha menolongnya. Padahal saat itu tanganmu juga patah, aku masih ingat dengan jelas."

"Tante adalah sosok yang baik dan lembut. Yang namanya mati itu diluar kekuasaan manusia. Tapi kita juga harus berjuang untuk tetap hidup."

"Aku sebenarnya pernah bicara dengan Paman. Katanya dia sudah ikhlas, tidak kecewa pada takdir. Dia saat itu sangat bersyukur saat tau kau selamat."

"Jadi, mulai sekarang kendalikan dan maafkan dirimu di masa lalu, hargai sekarang, dan kembali hadapi masa depan."

Kiki mulai tidak kuat menahan tangisannya. Saat mendengar cerita ayahnya, apa lagi sedang berada di depan makam ibunya. Dia benar-benar sudah tidak dapat menahannya.

Untuk pertama kalinya, dia memeluk Ken sambil menangis deras.

Ken sendiri tidak keberatan untuk itu. Menurutnya itu wajar saja. Menurutnya, Amu dan Kiki sekarang sama-sama butuh waktu untuk menghadapi semua ini.

DASAR ANAQ PINTER! (WEE!!!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang