Bab 17

1.6K 155 31
                                    

"Ricky ikut masuk!"

Perintah Florence bagai titah tuan putri yang tidak bisa dibantah. Ricky hanya bisa membuntuti dengan malas di belakang, sementara Florence berjalan mendahului di depan. Kedua mata Ricky setia mengikuti pergerakan gadis berambut panjang itu menuju rak paling sudut. Ricky hanya bisa melongo saat Florence berhenti di depan rak yang berisi deretan buku soal CPNS.

"Ricky, sini!" Florence melotot sambil berbisik gemas.

Ricky menyeret kakinya dengan seluruh perasaan enggan dan berdiri di samping gadis yang hampir setinggi dadanya itu. Sejenak teringat saat dulu menemani Ishana ke toko buku demi mencari buku pelajaran atau melihat-lihat novel romansa remaja. Ricky selalu melihat pilihan novel Ishana yang rata-rata bercerita tentang cowok bad boy.

"Nih, nih, nih!" Florence mengambil beberapa buku dan dengan kasar mendorong buku-buku itu ke dadanya.

"Buat apa sih Flo?" tanya Ricky dengan nada protes.

"Ya biar Ricky pinter! Bisa lolos CPNS, jadi nggak usah pacaran lagi sama mama!" jawab Florence sengit.

Ricky hanya bisa menghela napas panjang. Demi mengakhiri penderitaan, ia tidak membantah.

"Sudah?"

"Belum! Flo mau liat novel! Ricky tunggu!" Florence bergeser menuju rak lain dan sibuk melihat-lihat. Sementara Ricky hanya bisa membuntuti dengan tampang bosan. Sungguh berada di toko buku kerap membuatnya mengantuk. Apalagi lagu yang diputar adalah lagu-lagu romance sembilan puluhan.

"Kak Flo, Ricky ngerokok di parkiran ya?"

"Nggak boleh!" jawab Florence diiringi lirikan ketus.

"Masih lama? Ricky keburu latihan band."

Florence tersenyum sinis sambil memiringkan kepala, terlihat begitu jahil di mata Ricky. "Lebih penting mana, band apa anaknya Lusy?"

Ricky tertegun di tempatnya dengan tatapan heran. Pertanyaan macam apa ini? Sejak kapan anak ini merasa penting?

"Ricky jawab! Ish! Gimana mau lolos CPNS kalo jawab pertanyaan anak SMP aja Ricky plonga-plongo! Your brain is so slowly!"

Bocil kampret! Ricky meremas pegangan tas belanja lebih kuat.

"Ya udah, Ricky tunggu." Ricky segera melipir menuju rak lain sambil menahan dongkol.

Sekitar satu jam, Florence sudah membawa tumpukan buku di tangannya. Mereka berdua mengantre di kasir. Entah siapa yang membayar, Ricky diam-diam melirik Florence yang tidak membawa dompet. Mungkin bayar pake KRIS, pikir Ricky.

"Ricky yang bayar!" titah Florence. "Gantian, biasanya kan mama yang bayarin Ricky!" ucap gadis itu lantang di depan petugas kasir yang hanya menatap heran.

Anjiiiiiiing! Lagi-lagi Ricky hanya bisa membatin. Ia tidak kebetaran jika disuruh membayari, tapi apa perlu mengungkap fakta dirinya di depan petugas kasir? Ricky merogoh ponselnya dari dalam kantung kemudian menatap petugas kasir yang masih memandanginya.

"Pake KRIS ya," ucapnya kemudian.

***

'Sori telat, gue sembelit.'

Ricky mengirim pesan di grup chat Eijaz. Ia tidak punya pilihan lain dan terpaksa mengarang alasan palsu, ketika Lusy membuatnya tertahan di ruang tamu. Wanita itu menyambutnya saat ia datang tadi dan ingin ditemani. Tentu saja Ricky tidak berani menolak. Sebenarnya bukan pertama kalinya Lusy membuatnya terlambat latihan. Ricky memantau sekilas obrolan di grup chat saat sedang menemani Lusy menyantap buah mangga.

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang