Bab 25

1.4K 160 25
                                    

Jam tujuh malam, Ricky sedang merokok di balkon ruang tamu apartemennya sambil menikmati angin malam. Duduk sendirian di atas bangku kayu, kaleng bir diletakkan di bangku lain yang kosong. Ricky menyesap khidmat rokoknya sambil menatap sendu gedung apartemen di seberang. Sejak tadi tenggelam memikirkan perjalanan hidupnya sebagai peliharaan Lusy.

Terakhir kali bertemu, mereka bicara serius. Lusy seperti tidak lelah untuk meyakinkannya bahwa menikahi wanita itu adalah pilihan paling tepat. Tentu saja Lusy bertanya apa rencananya setelah ini juga rencana jangka panjangnya.

"Apa rencana kamu kalo kontrak kita udah selesai?" tanya Lusy tadi pagi saat mereka duduk bersama di sofa sambil menikmati potongan buah di atas piring. Mereka memang lebih sering bertemu di saat pagi hingga sore hari. Biasanya sebelum ke kantor atau setelah dari kantor, Lusy akan mendatangi apartemennya. Pola yang terbentuk saat masih bersama tante lain pun juga seperti ini, apalagi yang bersuami. Saat malam hari, mereka harus kembali ke keluarganya karena anak-anak dan suami mereka sudah berada di rumah dan ia juga bekerja tampil bersama Eijaz.

Ricky tahu ke arah mana pembicaraan Lusy. Tentu wanita itu ingin tahu apakah ia berencana memperpanjang kontrak atau tidak. Mengingat fasilitas dan kemewahan yang diberikan Lusy, rasanya terlalu janggal jika ia tidak memilih memperpanjang kontrak kecuali alasan lain yang dirasa masuk akal.

"Kamu mau cari tante lain?" Lusy menatap geli. "Iya? Kamu mau cari tante lain yang sanggup bayar kamu lebih mahal?"

"Sebenernya aku pingin berhenti." Ia menatap lurus mata Lusy yang langsung bersambut ledakan tawa wanita itu. "Sebentar, Tante nggak salah denger?"

"Ricky pingin berhenti jadi gigolo. Ricky mau hidup normal aja." Ricky kembali menegaskan jawabannya. Ia memang sudah mantap ingin berhenti dari profesi ini dan mulai membangun bisnisnya sendiri. Ia ingin menata hidupnya dan tampil di hadapan anaknya sebagai ayah yang layak dibanggakan. Mungkin butuh waktu, tetapi Ricky benar-benar ingin mengusahakan segalanya demi Alicia dan anak mereka. Ia memang sudah berniat berhenti. Alicia dan anak mereka menjadi alasan paling kuat dan membuat tekadnya semakin bulat untuk benar-benar berhenti dari profesi terselubung ini.

"Kenapa? Kamu mau bertobat?" tanya Lusy dengan nada remeh.

"Ricky mau hidup normal, nikah, dan punya anak," jawab Ricky apa adanya. Ia rasa sudah cukup memberi makan ego Lusy. Ricky ingin mempertegas hubungan mereka hanya sebatas klien dan penyedia jasa. Ricky memang sengaja menjawab dengan mengatakan ingin memiliki anak karena tahu Lusy sudah tidak bisa hamil lagi setelah menjalani operasi pemotongan saluran indung telur. Anak menjadi alasan paling masuk akal untuk membuat Lusy berhenti. Mungkin Lusy bisa memberikan seluruh isi dunia, tetapi tidak dengan anak. Diam-diam terbayang wajah anggun wanita lain yang kini sedang mengandung anaknya. Ricky saat ini hanya mau mereka.

"Kamu pingin anak?" Lusy menatap heran. "Orang kayak kamu? Kamu masih dua puluh lima tahun, ngapain buru-buru punya anak? Apa kehidupan yang aku kasih kurang enak?"

"Wajar kan, kalau aku pingin punya anak?" Ricky menatap Lusy dan memberi kesan bahwa tidak ada yang salah dengan hal itu meski umurnya baru 25 tahun.

"Aku kasih kamu kehidupan yang mewah. Kamu tinggal di unit apartemen yang mahal. Kalau kamu nikah, kamu mau tinggal di mana? Kamu pikir tabungan kamu itu cukup buat beli rumah bagus di Jakarta? Kamu pikir cewek-cewek muda itu mau kamu hidupin cuma dari nge-band?"

"Apa Ricky keliatan nggak mampu?" Pertanyaannya membuat Lusy terdiam. "Ricky bakal cari cewek yang mau terima Ricky. Mungkin buat Tante itu kehidupan yang payah, tapi itu impian Ricky. Ricky pingin hidup kayak laki-laki lain yang ditunggu istrinya di rumah. Ricky pingin jadi kepala keluarga dan dihormati sama istri. Apa salah?"

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang