Bab 69

799 114 15
                                    

Siang itu selepas jam kuliah, Ishana sudah berada di salah satu restoran yang tidak jauh dari kampusnya. Restoran dengan konsep alam dengan dinding kaca yang menampilkan aneka tumbuhan hijau. Sesuai arahan si pemberi pesan kemarin malam, ia menanyakan meja yang sudah dipesan atas nama Lusy.

Salah seorang waitress mengantarnya menuju meja yang berada di ujung, tepat di sebelah jendela kaca. Ishana melihat seorang wanita dengan rambut hitam sebatas leher sudah menunggunya.

"Ishana?" Wanita berpenampilan anggun yang mengenakan atasan putih tanpa lengan itu tersenyum begitu ia mendekati meja. Kedua mata perempuan itu tampak bergerak meneliti penampilannya. "Silahkan duduk."

Ishana segera duduk dengan sikap canggung. "Ini... Bu Lusy?"

"Ricky manggil saya, Tante Lusy." Senyuman tipis Lusy mengembang. "Kamu sudah makan? Pesen aja. Saya udah pesen." Lusy memberi isyarat berupa lirikan pada buku menu di atas meja.

"Emm... saya sudah makan, Tante...."

Lusy tersenyum dan memiringkan kepala saat mengamati wajah Ishana yang tampak lugu. "Makasih udah mau dateng. Kalo gitu  langung aja, kamu pasti penasaran rahasia Ricky selama ini."

Ishana mengangguk tanpa kata sambil menatap tegang.

"Saya yakin, Ricky nggak pernah cerita apa-apa ke kamu. Sama kayak dia yang nggak cerita ke saya kalo kamu sudah sampe Jakarta."

Ishana mengerutkan dahi, kenapa Rikcy harus menceritakan perihal keberadaan dirinya pada Lusy?

"Pasti Ricky selama ini ngaku satu-satunya pekerjaan dia di Jakarta cuma ngeband. Ya kan? Coba kamu pikir, kakak kamu itu tinggal di apartemen di kawasan Thamrin. Terus dia juga bayarin pendidikan kamu yang saya tahu nggak murah. Kamu percaya, dia bisa dapet uang sebanyak itu cuma dari ngeband?"

Ishana menatap sunyi wajah Lusy, ketika kecurigaannya sejak kemarin mulai mengarah pada dugaan yang ia takutkan.

"Kamu mau tahu nggak, dari mana Ricky dapet uang banyak?" Lusy bertanya dengan senyuman tertahan dan segera mendapatkan anggukan kepala Ishana yang tampak tegang. "Kamu beneran mau tahu?"

Ishana lagi-lagi mengangguk sampai lupa mengatupkan bibir.

"Kakak kamu.... " Lusy mengamati reaksi tegang Ishana. Gadis itu bahkan tidak berkedip. ".....gigolo."

Dagu Ishana jatuh begitu saja. Seiring tarikan napas yang tertahan, kedua tangannya menutupi bibir yang menganga lebar. Ya ampun! Tetap saja ia tidak sanggup mendengarnya meski petunjuk itu telah hadir sebelumnya.

"Kamu tahu kan apa itu gigolo? PSK. Pekerja seks komersial tapi laki-laki. Ricky sudah lama jadi gigolo, mungkin sekitar tiga tahun atau lebih, Tante nggak inget. Pokoknya sejak dia masih kuliah....." Lusy mengamati wajah Ishana yang tampak shock. Gadis itu menurunkan pandangan matanya ke arah meja sambil bertahan menutup bibirnya dengan kedua tangan.

"Dia jual diri jadi simpenan tante-tante kaya pake sistem kontrak, kayak gini." Lusy menyodorkan tablet di atas meja dan menunjukkan soft copy surat kontrak terakhirnya dengan Ricky yang juga melampirkan foto KTP Ricky."

Kedua mata Ishana membelalak lebar saat membaca nilai kontak sejumlah tiga ratus lima puluh juta. Berikutnya Lusy menunjukkan foto-foto selfienya dengan Ricky yang sudah pasti mesra.

Ishana mendongak menatap Lusy. Ia tidak sanggup melihat foto-foto Ricky. Mendadak kepalanya pening dan tubuhnya luar biasa lemas.

"Setiap kali teken kontrak, Ricky ikut sama tantenya. Tinggal di apartemen yang disediain, dapet mobil, juga dapet banyak hadiah. Ricky sudah enam bulan lebih ikut Tante, dengan fasilitas apartemen, mobil, juga hadiah-hadiah mahal."

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang