Bab 34

1.3K 157 43
                                    

Ricky memarkir motornya di tempat biasa dan meletakkan helm. Ia menghela napas panjang sejenak demi menenangkan hatinya sendiri. Ricky mengusap wajah dengan sebelah tangan saat memasuki studio Wisam dan bergegas naik ke lantai paling atas. Ia melihat dari ambang pintu yang terbuka teman-temannya sedang berkumpul di rooftop seperti biasa. Ricky mencoba melangkah pasti, meski debaran di dadanya mengencang dan wajahnya melepuh diringkus rasa malu.

"Eh Ricky..." Ezra yang pertama kali menyadari kehadirannya menatap canggung.

Suasana mendadak hening, tidak terdengar celotehan apapun. Ricky melihat teman-temannya berlagak menyesap rokok dengan khidmat, meski tertangkap matanya sempat saling melempar pandangan.

Ricky sungguh membenci suasana yang mendadak kaku saat ia muncul dan berdiri canggung di belakang sofa. Aliran dingin merambati kedua kakinya. Ricky batal duduk saat melihat tidak ada Wisam di antara mereka semua.

"Gue mau numpang mandi," ucap Ricky pelan sebelum berbalik. Ia menyerah. Ternyata ia tidak sanggup dan ingin kabur saja. Suasananya terlalu kaku.

"Duduk sini dulu bentar." Dari sofa tempatnya duduk Rafal menoleh dan mencolek sebelah tangan Ricky.

"Mana Wisam?" Ricky segera menghempaskan pantatnya di sebelah Rafal kemudian menyalakan sebatang rokok.

"Masih ke bawah," jawab Chandra dengan senyuman tertahan.

Hening lagi. Mereka semua merokok sambil mengamati wajahnya, seolah menunggu-nunggu apa yang hendak ia katakan.

"Lo semua kenapa diem? Kenapa pada aneh?" Ricky menatap satu demi satu wajah teman-temannya yang tampak salah tingkah.

"Enggaaaak..." Ezra berkilah dengan nada kalem.

"Gue kemaren mabok.... " Ricky menahan kalimatnya sejenak. Ia tidak tahan dan memutuskan mengakhiri suasana kaku. "Gue ngelantur! Gue aja lupa gue ngomong apaan? Lo pada mikir gue beneran jualan? Gue bukan gigolo!" Ricky masih berusaha menyangkal sebisanya.

Mereka semua saling menatap satu sama lain seolah meragukan pengakuannya. Tetapi tidak ada yang bersuara, yang diterjemahkan oleh Ricky bahwa ia harus berusaha lebih keras lagi meyakinkan teman-temannya.

"Gue nggak gitu, bener!" Senyuman putus asa Ricky lepas begitu saja. Saat ini hanya Eijaz, sebaik-baik pekerjaan yang ia miliki. Ricky hanya ingin menafkahi anaknya dengan sebenar-benarnya jerih payah di jalan yang terhormat.

Ia memiliki banyak uang di rekeningnya, tetapi tidak sampai hati menggunakannya untuk janin kecil yang suci. Ia merasa malu, jika harus menafkahi anaknya dari hasil menjual diri. Toh ia tidak dalam keadaan kepepet yang membuatnya tidak punya pilihan lain. Ricky sedang bernegosiasi dengan dirinya sendiri agar memutar uang panas itu menjadi modal usaha atau berupa investasi properti. Entah bagaimana ia mencuci uang hasil perbuatan terlarangnya, Ricky akan memikirkannya nanti. Ricky kini hanya ingin memberikan segala hal yang terbaik untuk buah hatinya.

Ricky melihat teman-temannya masih membisu. Namun ia menangkap Chandra sedikit memicingkan kedua mata dengan sudut bibir tertahan, yang dimaknai Ricky bahwa pemuda itu tidak mempercayai omong kosongnya.

"Gue nggak mungkin jualan. Buat apa? Ngapain gue kayak gitu? Hasil ngeband masih cukup buat biaya gue hidup. Gue di sini juga sendirian. Ngapain gue jual diri. Gue kemana-mana juga naik motor." Ricky tidak tahu lagi bagaimana harus membela dirinya. Ricky sadar ia tampak menyedihkan saat ini. Kedoknya sudah terbuka, tetapi ia masih berusaha menyelamatkan sedikit muka.

"Iya Rick, lo nggak gitu!" Rafal yang duduk di sebelah Ricky merasa iba melihat temannya sedang berusaha menahan malu. Sebelah tangan memberi tepukan ringan di punggung ketika jeli menangkap kedua mata Ricky yang berkaca-kaca.

FOR💋PLAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang